Oleh: Ismail Fahmi

Kemarin (13 September 2018) Relawan Pemenangan Capres #JokowiMarufAmin2019 meluncurkan #2019TetapPancasila sebagai bentuk komitmen terhadap Pancasila sebagai dasar negara.

Dan kebetulan kemarin saya mengisi seminar tentang radikalisme di UIN Jakarta, dan memaparkan bagaimana paham khilafah ini diperbincangkan di media sosial, dan seberapa besar komunitasnya. Ketika membaca berita di atas, saya langsung membandingkan narasi dalam hestek tersebut dengan data percakapan terkait radikalisme yang saya punya.

Saya mengesampingkan dulu opini pribadi saya bahwa hestek ini cenderung mengkotak-kotakkan masyarakat. Seolah yang di luar pengusung hestek ini pingin mengganti Pancasila.

PERTANYAAN

Memang paham khilafah ini semakin banyak pengikutnya, dan konten digital yang dibuat juga semakin banyak disebar di berbagai kanal media sosial. Di sini kita batasi ingin melihat relasi paham khilafah tersebut dengan pilpres, khususnya yang akan ditarget oleh hestek #2019TetapPancasila.

Seberapa besar sih penyebaran paham khilafah ini di media sosial khususnya terkait pilpres? Apakah cukup make sense untuk sebuah tim pemenangan mengangkat hestek melawan paham khilafah tersebut demi meraih suara yang lebih banyak?

Juga kita mau lihat apakah gerakan #2019GantiPresiden ini ditunggangi oleh paham khilafah, dan benar-benar akan bermuara pada penggantian sistem jika Prabowo menang? Dan apakah mengangkat isu kontra khilafah akan menggembosi suara "Ganti Presiden" karena dianggap punya misi tersembunyi membangun khilafah?

Mari kita lihat dengan data. Semoga insight ini bermanfaat buat kubu pro-Jokowi dan pro-Prabowo.

DATA

Dengan Drone Emprit (DE), saya monitor hestek #2019TetapPancasila. Di samping itu, DE juga sudah memonitor kata kunci 'khilafah' tanpa filter untuk waktu yang lama.

Dari grafik tren, hestek #2019TetapPancasila memang baru muncul kemarin, dan hingga hari ini trennya masih naik terus. Volume percakapan untuk sementara hingga siang hari, terdapat 11.8k di Twitter, 218 di berita online, dan 78 di Instagram.

Kalau dibandingkan dengan kata kunci 'khilafah' selama periode yang sama (2 hari), terlihat tren percakapan untuk #2019TetapPancasila langsung menyalip sangat besar. Ada 13.3k total mentions untuk hashtags tersebut, sementara untuk khilafah hanya 5.4k mentions.

Tren percakapan tentang khilafah sebulan terakhir mengalami naik turun, dan tertinggi 3 September yang mendapat 7.2k mentions sehari. Paling banyak percakapan terjadi di Twitter (65.6k mentions), Facebook (2.5k mentions, sampling), Instagram (1.9k mentions), online news (841 mentions) dan YouTube (98 video).

SNA #2019TETAPPANCASILA

Kita lihat dulu seperti apa gambaran hestek ini di media sosial. Siapa yang berperan dalam membuat viral dan mempromosikan hestek ini.

Dari peta SNA, kita lihat pola retweet yang membantuk dua cluster. Satu sangat besar, yang satunya kecil. Kalau dilihat user dari masing-masing cluster, jelas bahwa yang paling besar adalah cluster pro-Prabowo, dan yang kecil pro-Jokowi.

Kita buat juga peta SNA untuk melihat hestek yang diangkat oleh kedua kubu. Ternyata, dari peta ini kita lihat hestek #2019TetapPancasila bukannya berada dalam pusat cluster pro-Jokowi, tetapi di dalam cluster pro-Prabowo. Artinya, hestek ini paling banyak di-mention oleh twit-twit dari cluster pro-Prabowo dibanding oleh kubu pro-Jokowi sendiri.

Dalam cluster pro-Jokowi, selain hestek di atas, ada dua hestek lagi yang mereka angkat yaitu #JokowiMarufAmin2019 dan #JokowiLagi. Apakah mereka tidak lagi menggunakan #2019TetapJokowi? Belum tahu juga, karena begitu banyak hestek yang diperkenalkan, ini bisa bikin bingung pendukungnya, mau pake yang mana.

Sementara itu di cluster pro-Prabowo, rupaya ada hestek tandingan dari #2019TetapPancasila, yaitu #2019TetapAntiPKI. Mereka juga bikin #SayaPancasila dan #SelamanyaTetapPancasila sebagai tambahan antitesisnya, yang artinya bukan hanya 2019 mereka tetap Pancasila. Informasi ini juga bisa dilihat dari peta top hashtags.

TOPIK #2019TETAPPANCASILA

Dari data most retweeted statuses untuk hestek ini, kita bisa ambil dua twit yang dibuat oleh masing-masing kubu. Dari kubu pro-Jokowi, status yang paling banyak di-retweet adalah:

@ASapardan: "Relawan Pemenangan Capres #JokowiMarufAmin2019
Meluncurkan #2019TetapPancasila Bentuk komitmen terhadap Pancasila sebagai Dasar Negara. Libas HTI✊ Satukan Hati Untuk #JokowiLagi" (368 retweet)

Dari status di atas, bisa dipahami bahwa hestek ini dimaksudkan untuk melawan paham yang dibawa HTI, yang ingin mengganti Pancasila, mengganti sistem yang ada menjadi sistem khilafah.

Sementara itu dari cluster pro-Prabowo:

@BangPino_: "FOTO: Resmi, Relawan Jokowi-Ma'ruf Luncurkan #2019TetapPancasila Ya Allah, nangis hati saya... Knp mrk selalu membuat framing yg beda pandangan politik dg nya adh anti Pancasila. Sadarkah, sebenarnya siapa pemecah belah Persatuan kita? #2019GantiPresiden"(1005 retweet)

Dari tabel retweet, tampak bahwa twit-twit yang paling top itu dibuat oleh kubu pro-Prabowo. Yang dari kubu pro-Jokowi malah sedikit.

PROMOTOR #2019TETAPPANCASILA

Kubu Jokowi memang yang menginisiasi hestek ini. Namun, siapa sebenarnya yang menjadi promotor #2019TetapPancasila di media sosial? Ternyata bukan kubu Jokowi, tetapi kubu Prabowo. Mereka lah yang paling banyak menaikkan volume percakapan hestek ini. Jika mereka tidak memberi response, bisa dijamin volumenya akan kecil.

Meski banyak tokoh influencer dalam foto peresmian hestek, namun di media sosial belum banyak yang muncul dari cluster pro-Jokowi. Hanya ada user @ASapardan yang cukup berpengaruh.

Jadi, berterima kasih lah kepada kubu pro-Prabowo atas viralnya hestek #2019TetapPancasila.

SNA: 'KHILAFAH' MENUNGGANGI #2019GANTIPRESIDEN?

Nah, sekarang kita lihat bagaimana peta percakapan 'khilafah' ini di media sosial. Apakah benar pengusung paham khilafah ini menunggangi kubu pro-Prabowo?

Dari peta SNA untuk keyword 'khilafah', tampak jelas ada 3 clusters. Yang paling besar dan aktif membahas khilafah adalah cluster pro-Jokowi, lalu cluster pro- Prabowo, dan paling kecil cluster pro-HTI yang menempel ke cluster pro-Prabowo.

Melihat peta di atas, bisa dikatakan kalau para pendukung HTI mencoba untuk menempel atau 'menunggangi' kubu pro-Prabowo. Dan dari peta ini juga jelas terlihat bahwa pendukung khilafah ini memiliki cluster-nya sendiri yang tidak menyatu dengan pendukung pro-Prabowo. Kedua clusters ini adalah dua entitas yang terpisah, yang terhubung melalui kesamaan isu 'khilafah'.

Apakah kubu pro-Prabowo turut membela HTI? Untuk menjawab ini, kita lihat peta SNA 'khilafah' yang menampilkan akun dan hestek dalam satu peta. Dari sini kita akan lihat apa topik yang diangkat oleh masing-masing cluster.

Peta SNA akun dan hashtags memperlihatkan 3 clusters yang terpisah juga: pro-Jokowi dan pro-Prabowo yang hampir sama besarnya, dan cluster pro-HTI yang paling kecil.

Di antara cluster pro-Jokowi dan pro-Prabowo, ada hashtag #2019GantiPresiden yang node-nya paling besar. Ini berarti, dalam percakapan tentang 'khilafah', hestek ini yang paling banyak disebut oleh kedua clusters. Pro Jokowi mengasosiasikan 'khilafah' dengan #2019GantiPresiden, misal dalam status ini:

@tempodotco: "BIN Sebut Gagasan Khilafah Hidup di Pendukung #2019GantiPresiden https://t.co/DKgiuDHOvl"

Sedangkan cluster pro-Prabowo mencoba membela diri misal dengan status yang paling banyak di-share ini:

@eae18: "Nalarnya nyungsep. Kok ada ya yang berpikir #2019GantiPresiden itu artinya ganti sistem khilafah. Muara dari ganti presiden itu ganti JKW. Amat sederhana sekali. Tak ada kaitannya dengan HTI atau FPI. Kaitannya dengan Jokowi diganti. Kapan? April 2019. Sederhana banget. https://t.co/1zhcQG2dCv"

Selain mengaitkan dengan hestek di atas melalui berita dari Tempo yang mereka retweet, cluster pro-Jokowi juga melaporkan temuan-temuan di lapangan seperti ini:

@aspara_ning: "Di bekasi ada ceramah Idul Adha dgn tema tegakkan KHILAFAH. Mohon ditindaklanjuti Pak @DivHumas_Polri Bantu Viralkan 🙏Gus @na_dirs Kang @sahaL_AS @KangSantriee Ndan @Banser_CyberNU Om @MurtadhaOne @TolakBigotRI https://t.co/8HyXGQGH5m" (960 retweet)
@D4Ni3L_Pu: "Sekedar info. Hizbut Tahrir yang konsisten ingin menegakkan khilafah dibumi Indonesia ini sekarang berada dibarisan 2019 ganti presiden. Jika gak ign negaramu jatuh ketangan mereka yg ingin mengganti sistem negara ini dgn sistem khilafah Jangan kasih kesempatan mrk berkuasa! https://t.co/crCRVhpPwK"

Melihat fenomena ini, memang mengkhawatirkan ketika ada semakin banyak orang yang terpapar ide untuk mengganti sistem negara. Sehingga bisa dipahami mengapa kubu pro-Jokowi merasa yakin untuk mengangkat #2019TetapPancasila sebagai narasi. Salah satunya mungkin mereka melihat bahwa pergantian sistem akan benar-benar terwujud nanti 2019 jika Prabowo menang.

Apakah benar akan seperti itu?

Kita lihat lagi peta SNA. Mereka yang benar-benar konsisten memperjuangkan khilafah ada dalam cluster pro-HTI. Dan ini ukurannya kecil, jauh lebih kecil dibanding dengan cluster utama pro-Prabowo. Dalam cluster pro-HTI, kita lihat ada hestek #BukanOrmasTerlarang dan #MelawanAntiIslam. Ini adalah narasi yang mereka kampanyekan, guna melawan pembubaran HTI oleh pemerintah. Kita akan lihat, siapa yang memperjuangkan narasi yang sangat pro-HTI ini.

KAMPANYE #BUKANORMASTERLARANG

Secara khusus DE mencoba melihat lebih detail kampanye hestek ini. Dari grafik tren selama sebulan terakhir, terdapat dua puncak kampanye, yaitu tanggal 30 Agustus (18.6k mentions) dan 6 September (16.3k mention). Hanya pada dua tanggal itu saja kampanye itu berjalan.

Dari grafik SNA untuk hestek #BukanOrmasTerlarang, kita lihat hanya ada satu cluster. Top influencers-nya seperti @dakwahbuana, @muslimahnewsid, @harakatono, dll. Tak ada tokoh-tokoh sosmed yang biasanya muncul dalam cluster pro-Prabowo dalam percakapan ini.

Peta SNA itu memperlihatkan bahwa cluster pro-HTI ini memang memiliki jaringannya tersendiri yang terpisah dari kedua cluster lainnya yang pro-Jokowi maupun pro-Prabowo. Dari twit yang paling banyak di-retweet, tampak sebagian besar berupa pembelaan atau reaksi HTI atas keputusan pemerintah. Bahwa mereka bukan ormas yang terlarang.

ROBOT DALAM #BUKANORMASTERLARANG

Grafik Exposure dari DE memperlihatkan bagaimana profil user yang paling banyak membuat twit dengan hestek ini. Dari grafik ini tampak bahwa users dengan followers 0-3 berkontribusi atas 21.56% twit, users dengan followers 4-25 membuat 34.91% twit. Artinya, 50% lebih dari status yang mengangkat hestek #BukanOrmasTerlarang ini, dibuat oleh user yang sangat minim followers.

User dengan profile itu sangat besar kemungkinannya bahwa mereka adalah robot atau program komputer. Hal ini didukung oleh grafik tipe engagement, di mana paling besar jenis twitnya adalah status baru, kemudian retweet. Normalnya, status baru itu lebih sedikit, dan paling banyak adalah retweet. Robot lebih mudah bikin status baru dibanding harus melakukan kerjaan interaktif seperti retweet dan reply.

Tabel contoh status yang dibuat oleh user dengan 0-3 followers memperlihatkan gaya twitnya. Kebanyakan twit baru, dengan pola yang serupa. Dimulai dengan hestek, lalu kalimat dengan bahasa yang baik dan benar, bukan model bahasa percakapan. Dan dibuat dalam menit atau detik yang sama oleh beberapa users yang sama.

KESIMPULAN

Dari uraian panjang di atas dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut.

Hestek #2019TetapPancasila memang diniatkan untuk melawan paham yang dibawa HTI. Dan paham ini dianggap telah menunggangi gerakan #2019GantiPresiden. Bahkan diyakini paham itu akan dijalankan oleh kubu pro- Prabowo jika mereka menang di 2019: mengganti sistem Pancasila dengan Khilafah.

Yang paling berjasa dalam memviralkan hestek #2019TetapPancasila adalah kubu pro-Prabowo. Para top influencers pro-Jokowi lebih sering muncul dalam percakapan terkait 'khilafah', namun hanya satu yang muncul mempromosikan hestek tetap Pancasila ini. Jadi, kubu pro-Jokowi pantas berterima kasih pada kubu pro-Prabowo dalam hal ini.

Dari peta SNA tentang 'khilafah', tampak jelas bahwa kubu pro-HTI memang terlihat menempel atau menunggangi kubu pro-Prabowo. Meski kedua clusters tampak berhubungan, namun keduanya merupakan dua entitas yang berbeda. Cluster yang jelas mendukung khilafah itu jauh lebih kecil ukurannya dibanding cluster yang menginginkan #2019GantiPresiden.

Kubu pro-Jokowi dengan sangat gencar membangun asosiasi 'khilafah' dengan gerakan #2019GantiPresiden. Turunnya hampir semua key opinion leader ketika membahas topik ini memperlihatkan bahwa asosiasi ini sangat penting untuk dibangun sebagai strategi untuk menggembosi gerakan hestek ganti presiden ini.

Semakin mudahnya ditemukan ceramah yang mendukung ganti sistem dengan khilafah, seperti yang ditunjukkan oleh kubu pro-Jokowi, seyogyanya menjadi perhatian semua pihak, termasuk kubu pro-Prabowo. Hal ini tidak bisa begitu saja dipungkiri, dan mereka harus tetap mewaspadai. Ganti sistem menjadi khilafah jelas bertentangan dengan misi dan visi Prabowo sendiri.

Menurut saya berdasarkan analisis ini, hestek #2019TetapPancasila jelas kurang tepat sasaran. Dari data SNA tampak jelas kalau sasarannya itu sangat kecil ukurannya. Paham khilafah memang mencoba menunggangi cluster ganti presiden, namun bukan berarti para pendukung cluster ini semua atau sebagian besar terpapar dan setuju dengan paham khilafah tersebut. Mengambil isu yang sasarannya kecil skalanya, jelas merupakan inefisiensi. Berat diongkos, hasilnya kecil.

CLOSING

Mempertahankan Pancasila sebagai dasar negara adalah misi kedua clusters, baik pro-Jokowi maupun pro-Prabowo. Adanya cluster yang ingin menunggangi, itu tidak serta merta menjadikan cluster yang ditunggangi akan terinfeksi seluruhnya. Walau begitu, cluster pro-Prabowo musti tetap waspada.

Cluster pro-Jokowi dan pro-Prabowo harus bekerja sama dalam menghadapi paham khilafah ini karena ini problem bersama. Berpeluuuukan... yuk.