Oleh: Ismail Fahmi
Pada tanggal 22 Oktober, sejak pagi sudah bertebaran ucapan selamat Hari Santri Nasional. Begitu indah, para santri bergembira dalam upacara dan perayaan di pesantren-pesantren di seluruh Indonesia. Namun kegembiraan itu tak berlangsung lama. Tiba-tiba pada siang hari, mulai terkirim sebuah video melalui Whatsapp, di mana beberapa santri anggota upacara berseragam Banser, tampak sedang membakar sebuah bendera hitam bertuliskan kalimat tauhid. Mereka mengira itu bendera HTI, sebuah ormas yang sudah dilarang oleh Pemerintah. Tak butuh waktu yang lama, video ini menjadi viral dan menimbulkan beragam reaksi dari umat Islam di seluruh Indonesia. Begitu dahsyat kekuatan media sosial.
KRONOLOGI
Kalau dirangkum, peristiwanya seperti ini: (1) Di dalam barisan peserta upacara, tampak ada bendera hitam yang dikibarkan oleh seorang santri. (2) Karena kesepakatan yang telah dibuat adalah tidak boleh ada bendera lain selain merah putih, lalu dua orang anggota Banser mendekati peserta tersebut dan mengambil bendera yang tengah dikibarkan. Semua berjalan tertib. Bendera dilipat dan diamankan. (3) Selanjutnya, entah bagaimana ceritanya, bendera itu sudah di tangan beberapa anggota Banser, dan tampak sedang dibakar. Mereka sambil menyanyikan lagu mars Ya Lal Wathon. Beberapa anggota Banser yang lain tampak mengambil video. (4) Video in kemudian disebarkan dan viral.
Selanjutnya, (5) Respons umat Islam meledak, mereka menunjukkan amarah karena melihat kalimat tauhid dibakar. Mereka menganggap bendera hitam itu adalah bendera tauhid. Sebuah kecerobohan yang tak bisa diterima jika bendera tauhid ini dibakar.
(6) Ketua umum GP Ansor kemudian memberi pejelasan: membela anggota banser tersebut, menyatakan bahwa bendera itu adalah bendera HTI, bukan bendera tauhid; dan menjelaskan dalam tradisi NU di pesantren, jika ada potongan Quran yang tercecer, mereka biasa membakarnya untuk menghormati. Hal yang sama mereka lakukan dengan bendera hitam tersebut.
Tampaknya, (7) Respons dari Ketum GP Ansor ini membuat suasana makin panas. Publik menganggap alasan itu dibuat-buat, sehingga terjadi perdebatan dengan topik berikut: apakah itu bendera HTI atau bendera tauhid; dan kalau toh itu bendera HTI, apakah pantas membakarnya karena ada tulisan tauhid di dalamnya? Pro kontra terjadi. Banyak tokoh umat Islam yang membuat video pernyataan dan menjadi viral. Saling berbalas argumen antara kubu pro Banser dengan umat Islam di luar mereka yang tidak setuju. Muncul petisi untuk mem- #BubarkanBanser, ada yang demo turun ke jalan menuju Garut.
Untuk meredakan polemik antar-umat Islam ini, (8) Beberapa tokoh dan organisasi massa seperti Aagym, Muhammadiyah, dan MUI, menyatakan bahwa bendera itu adalah bendera tauhid; kalau toh itu bendera HTI ada tulisan kalimat tauhid di sana sehingga sebaiknya tidak dibakar. Mereka menyarankan kepada kedua pihak: pertama, agar Banser dan pelaku meminta maaf kepada umat Islam. Mengedepankan kebijakan dari pada argumen, karena tidak mungkin lagi mendeklarasikan siapa yang paling benar dalam argumentasi ini. Kedua, agar umat Islam tidak berlebihan dalam menyikapi pembakaran ini. Karena jika diteruskan, yang akan terjadi hanya konflik antar umat Islam saja.
PERTANYAAN
Nah, sekarang kita ingin bertanya beberapa hal berikut terkait peristiwa pembakaran bendera bertuliskan kalimat tauhid ini:
(1) Bagaimana peristiwa pembakaran bendera ini dari sisi pandang big data, jika dikaitkan dengan isu-isu lain yang sedang berkembang?
(2) Apakah Banser atau Ansor diuntungkan dalam konflik ini, setidaknya dipandang sebagai pembela NKRI dari rong-rongan HTI?
(3) Apakah umat Islam yang tidak setuju dengan tindakan oknum Banser ini serta merta pendukung HTI?
(4) Siapa yang meneguk keuntungan terbesar dari konflik ini?
(5) Apa yang sebaiknya dilakukan jika di kemudian hari peristiwa serupa terulang?
HARI SANTRI, HTI, DAN PEMBAKARAN BENDERA
Kita lihat terlebih dahulu dua peristiwa yang berdekatan ini, yaitu Hari Santri Nasional dan Pembakaran Bendera. Sebagai perbandingan, kita lihat juga percakapan tentang HTI, karena menjadi alasan yang sering disebut Banser. Kita lihat data selama dua hari aja, antara 22-23 Oktober 2018.
Dari data tren ketiga topik tersebut, kita lihat awalnya pada tanggal 22 Oktober hanya ada percakapan tentang “hari santri”. Volume percakapan sangat tinggi, mencapai 5k lebih per jam. Namun setelah pukul 12 siang pada hari yang sama, mulai muncul percakapan tentang Banser yang melakukan pembakaran bendera bertuliskan kalimat tauhid. Selang sejam setelah itu, muncul juga percakapan tentang HTI. Percakapan tentang “hari santri” langsung turun, sementara tentang kedua topik terakhir ini meningkat.
Selanjutnya, pada pukul 19.00 kedua topik baru di atas menyalip volume percakapan tentang “hari santri”. Selanjutnya “hari santri” terus kalah volume, tertutupi oleh percakapan tentang Banser Bakar Bendera dan HTI. Dan sejak pukul 6 pagi hari berikutnya, percakapan tentang HTI melaju meninggalkan Banser, hingga akhir hari.
Kalau dilihat dari grafik tren di atas, jelas sekali bahwa HTI dari tidak diperbincangkan sama sekali, kemudian menjadi top topik di antara ketiga isu di atas, dengan total 105k mention. Itu karena penyebutan “bendera HTI” oleh Banser secara berulang kali sebagai alasan pembakaran bendera, menyebabkan HTI menjadi top of mind.
Sedangkan “hari santri” yang seharusnya dirayakan dan dimanfaatkan untuk menjadikan “santri” sebagai top of mind menjadi kehilangan momentum. Total percakapan hanya 88k mention. Tidak jauh berbeda dengan isu “Banser bakar bendera” dengan 82k mention. Tentu ini sebuah kerugian tersendiri bagi Banser.
SNA “HARI SANTRI”
Dari peta SNA “hari santri”, kita lihat ada dua cluster: terbesar adalah pro petahana, dan yang lebih kecil adalah pro oposisi. Kedua cluster ini sedang merayakan Hari Santri. Mereka saling mengucapkan selamat, termasuk oposisi. Misalnya:
@jokowi: Sejak tiga tahun ini kita memperingati Hari Santri setiap 22 Oktober, mengenang seruan Kiai Hasyim Asy'ari kepada santrinya untuk berjuang mencegah Belanda kembali menguasai Indonesia. Sabtu malam, puluhan ribu santri juga berkumpul di Solo, merayakan Hari Santri tahun 2018. (2,717 rt)
@prabowo: Selamat hari Santri Nasional. (1,869 rt)
@sandiuno: Dalam silaturahim di hari ini, dimana bersamaan dengan hari santri nasional kami banyak berdiskusi mengenai ekonomi umat. Kami ingin kedepan santri selain dikuatkan dari ilmu agama, juga ilmu-ilmu kewirausahaan sehingga santri itu bisa mandiri, dan menjadi santripreneur sukses. (790 rt)
@sandiuno: Di Hari Santri Nasional, pesan saya untuk para santri ialah untuk selalu menebar manfaat, mendorong Islam yg Rahmaan Lil'alamin', belajar dgn rajin agar bisa menjadi santri2 mandiri, kuat, santripreneur yang sukses, & memastikan Indonesia sebagai mercusuar ekonomi Islam di dunia. https://t.co/xGQJv7rKW8 (636 rt)
@mohmahfudmd: Peran para santri, tak terbantah, telah memberi bobot bagi perumusan cita negara dan bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia. Peran santri bkn hanya meramu ide bagi sosok Indonesia tapi jg berjuang dan berkorban scr fisik untuknya. Selamat Hari Santri. (713 rt)
@ridwankamil: Selamat Hari Santri Nasional 2018. 22 Oktober hari istimewa untuk para Santri, Para penjaga peradaban Islam, penjaga NKRI dan penjaga perdamaian negeri. Hidup para santri. (544 rt)
@aniesbaswedan: Bangsa ini merdeka dan dibangun oleh perjuangan dari anak bangsa dengan beragam latar belakang, kaum santri adalah salah satu pilar utamanya. Selamat #HariSantriNasional, semoga santri dan pesantren terus berkiprah di semua lini kehidupan yang bisa mendorong kemajuan bangsa ini. https://t.co/PcHenil2Zr (424 rt)
Dan banyak tokoh lain yang memberikan ucapan selamat hari santri.
Jika dilihat lagi peta SNA, tampak bahwa “hari santri” ini punya asosiasi yang sangat kuat dengan NU, Banser, Ansor, dan kedekatan mereka dengan petahana. Besarnya cluster pro petahana seolah mengatakan bahwa “hari santri” itu milik petahana. Dari peta hashtags juga tampak hal yang sama, yaitu tingginya hashtag terkait Jokowi seperti #2019TetapJokowi, #JokowiLagi, #JokowiBersamaSantri, dan juga #Banser.
Seyogyanya topik ini bisa bertahan agak lama, untuk membangun asosiasi yang positif. Namun sayang peristiwa pembakaran itu merusak segalanya. Pembicaraan jadi turun, dan tersisa di Instagram saja “hari santri” masih bisa dipertahankan tetap tinggi dibanding kedua isu yang lain.
SNA “BANSER BAKAR BENDERA”
Bagaimana gambaran percakapan tentang oknum Banser yang membakar bendera ini? Tampak ada dua clusters yang beda ukurannya. Yang terbesar adalah cluster pro oposisi, dan yang lebih kecil adalah cluster pro petahana atau pro Banser.
Dari peta SNA ini, kita bisa lihat siapa “teman” Banser ketika mereka dalam kondisi sulit seperti sekarang. Tampak nama-nama akun top dari pro petahana, seperti @GunRomli, @qitmr, @alifFuad, @Dennysiregar7, @CH_Chotimah, dll. Sedangkan pada cluster oposisi, tampak hampir semua top influencer ada di sana. Juga jumlah fans yang sangat tinggi.
Kita lihat grafik “User & Reach” di mana total user yang aktif dalam percakapan ini ada 22k lebih akun. Prediksi reach-nya bisa mencapai 27 juta lebih akun. Ini hanya perkiraan, jumlah sebenarnya bisa lebih sedikit. Dan dari grafik Exposure, hanya sedikit mention yang dibuat oleh user dengan follower kecil. Ini menunjukkan bahwa percakapan tentang Banser ini dilakukan oleh akun organik. Tak tampak gerakan pasukan robot.
Percakapan tentang “Banser Bakar Bendera” ini jelas kurang menguntungkan bagi Banser. Kecilnya cluster menunjukkan hal itu. Dan dari peta hashtags, muncul kampanye #BubarkanBanser. Yang untung adalah sentimen terhadap hestek #2019GantiPresiden, #PrabowoSandi, #AdilMakmur. Secara umum bisa menguntungkan pro oposisi.
Salah satu cara yang digunakan untuk memprotes oknum Banser (dan juga Banser-nya), adalah dengan menyajikan opini-opini dari beberapa tokoh umat. Disajikan dalam bentuk video pendek. Contohnya:
@NetizenFPI: TEGAS..!!! pimpinan ponpes nurul huda malangbong garut JABAR mnyatakan sangat kecewa sangat marah dan sangat tdk ridho. dengan adanya pembakaran kalimat TAUHID, oleh segelintir oknum banser (1418 rt)
@NetizenFPI: sikap tegas dr ustad muhammad berdomisili lampung berdarah banten dgn ada nya pembakaran kalimat tauhid oleh oknum banser di tasik jabar (1162 rt)
@RajaPurwaBU: Catat dan sebarkan! Tolong di Cc-in ke Yaqut dkk! Jgn kebanyakan ngeles kek bajay omprengan! ) MUI menilai bendera yang dibakar oknum Banser NU berkalimat Tauhid #BanserBertaubatlah #2019GantiPresiden (821 rt)
@jayasatrianie: Habib Bahar bin Ali bin Smith memberi pesan kpd aparat kepolisian,apabila pelaku pembakaran Kalimat Tauhid tdk ditangkap & dihukum se berat2nya,Beliau sendiri yg akan pimpin Perang ke Garut utk mmbakar oknum Banser yg membakar Kalimat "LAA ILAHA ILLALLAH MUHAMMADURROSULULLAH " https://t.co/vTFr4zulbI (811 rt)
@UusRsd: Abdulhalim (78 thn) mantan anggota Banser tdk ridho atas pembakaran kalimah tauhid yg dilakukan oknum Banser. Segera minta maaf pada Alloh (taubat). https://t.co/knnktxl2Uo (713 rt)
Banyak sekali komentar dari para tokoh dari berbagai latar belakang organisasi atau pesantren yang menolak dan kemudian diviralkan.
Kemudian untuk menjawab komentar-komentar di atas, berikut ini respons balik dari cluster pro Banser.
Yang paling berpengaruh adalah pendapat dari ketua GP Ansor bahwa bendera yang dibakar itu adalah bendera HTI (NU_Online). Juga dinyatakan bahwa HTI sedang berusaha merusak Banser (Tirto). Namun kemudian ketua GP Ansor mempersilahkan anggota Banser tersebut diproses hukum jika terbukti bersalah (Liputan6).
@qitmr: Biar video yang bicara, aturan Hari Santri Nasional jelas sekali tentang petunjuk pengibaran Bendera hanya Merah Putih. Ketika prosesi pengibaran sambil menyayikan Syubbanul Wathon, bendera HTI dikibarkan dan langsung diambil Banser @noeruzzaman @towus_AY @GunRomli @mantriss https://t.co/WQbku9LN3y (957 rt)
@qitmr: Terkait pembakaran bendera HTI yang saat ini di framing seolah Banser membakar kalimat tauhid, berikut penjelasan Bib @noeruzzaman Ketua Bidang Kajian Strategis GP Ansor dan Komandan Densus 99 Banser NU terkait peristiwa itu saat diwawancara iNews (878 rt)
@GunRomli: Diiringi Lagu NU, Banser Garut Bakar Bendera HTI https://t.co/gspDrHlPwD Saya setuju bendera Hizbut Tahrir dibakar, asal jgn diinjak-injak. Jgn sebut ini bendera Tauhid, krn bendera Saudi jg ada kalimat syahadatnya tp tidak disebut bendera Tauhid (727 rt)
@Dennysiregar7: Lucu juga ya. Banser NU membakar bendera HTI, Banser dituding PKI. Memangnya siapa dulu ormas Islam yang berperang melawan PKI di tahun 1965 ? HTI ya ?? 😋😋 (603 rt)
@CH_chotimah: Penjelasan Buya Yahya soal pembakaran bendera Hizbut tahrir Indonesia. Intinya yg dibakar itu bkn kalimat tauhid tapi bendera itu milik siapa. Jadi jelas yg dibakar Banser adalah bendera ormas terlarang. #MakarBerkedokTauhid #BelaKalimatTauhid #KompakDamaiIndonesiaku https://t.co/N9HG58wn75 (758)
Kalau dilihat arguman dari masing-masing sisi, tampak keduanya punya dasar yang sangat kuat. Dari sisi Banser menganggap itu bendera HTI. Dari sisi umat Islam yang tidak sepakat tidak melihat itu bendera HTI atau bukan, tetapi melihat di bendera itu ada kalimat tauhid. Masing-masing bersikukuh dengan argumen masing-masing.
Pertentangan di atas diperlihatkan oleh peta SNA yang menggabungkan “Hari Santri” dengan “Banser Bakar Bendera”. Jumlah dukungan terhadap “hari santri” sebanyak 63k relasi retweet. Sedangkan untuk “Banser bakar bendera” sebanyak 82k relasi retweet. Dari kacamata kedua kubu yang sedang berkontestasi, jelas cluster pro petahana dirugikan dengan kasus pembakaran bendera ini.
Dalam kondisi seperti ini, siapa yang menang? Apakah Banser menang dan menjadi satu-satunya garda pembela NKRI dari HTI? Kita akan analisis lebih jauh.
SNA “HTI”
Terlepas dari isu di atas, kita ingin melihat bagaimana percakapan khusus tentang “HTI” dan “Banser” terjadi dalam periode yang sama.
Untuk topik “HTI”, peta SNA memperlihatkan adanya dua cluster yang sama besarnya. Topik ini telah membawa key opinion leader dan follower dari pro Petahana untuk all out dalam menghadapi “HTI”. Perlu diingat bahwa sebelumnya “HTI” tidak muncul sama sekali. Tampaknya karena argumen yang disampaikan oleh Banser, dengan volume dan kekuatan cluster sebesar ini, maka “HTI” menjadi top of mind dari semua kubu. Termasuk di dalam SNA ini, cluster pro oposisi juga sama besarnya menyebut “HTI” dalam argumen mereka.
Apakah semua yang di cluster oposisi mendukung “HTI”? Tampaknya tidak demikian. Dalam analisis Drone Emprit sebulan lalu tentang “khilafah”, saat itu “HTI” sedang melakukan kampanye untuk agendanya, tampak dalam SNA bahwa kelompok HTI ini memiliki cluster tersendiri, yang berada di luar cluster utama oposisi walau ada sambungan antara kedua cluster ini. Dari situ terlihat bahwa mereka yang di cluster oposisi tidak semua mendukung HTI.
Hal yang sama terjadi dalam percakapan tentang HTI dalam kaitan dengan pembakaran bendera ini. Cluster oposisi tidak serta merta mendukung HTI. Tetapi karena cluster pro Banser banyak menyebut HTI dalam argumennya, maka mau tidak mau HTI terbawa dalam perdebatan ini. Cluster oposisi lebih berargumen bahwa bendera itu bukan bendera HTI tetapi bendera tauhid. Ini titik perbedaan pendapatnya.
Jelas, dalam peta SNA ini, yang diuntungkan adalah HTI. From “nothing” to “top of mind”. Yang sebelumnya senyap, akhirnya menjadi dibicarakan luar biasa.
SNA “BANSER”
Bagaimana dengan percakapan tentang “Banser” sendiri? Dibandingkan dengan “HTI”, total percakapan tentang “Banser” masih lebih besar, yaitu: 154k mention untuk “Ansor dan Banser”, dan 107k mention untuk HTI. Grafik tren juga memperlihatkan kalau “HTI” menempel pergerakan “Banser”. Kedua nama ini beriringan. Dan ini semakin meneguhkan posisi Banser sebagai lawan utama HTI.
Dari peta SNA kita bisa lihat adanya dua cluster yang ukurannya tidak sama. Cluster paling besar ternyata dari oposisi, sedangkan cluster pro Banser lebih kecil. Artinya, yang paling banyak menyebut nama Banser bukan kubu Banser sendiri, tapi oposisi. Sementara kubu Banser lebih banyak menyebut HTI dari pada dirinya.
Ini berdampak pada percakapan tentang “Banser” akan cenderung lebih negatif sentimennya. Dalam kondisi pro dan kontra ini, mengharapkan oposisi berbicara positif dan mendukung Banser jelas tidak mungkin. Sementara itu, dalam cluster oposisi, berkembang opini yang berasal dari kyai, pesantren, mantan anggota Banser, dll. yang tidak sepakat dengan argumen dan tindakan oknum Banser. Suara dalam cluster ini tidak monilitik berasal dari satu elemen saja.
Hal diatas merupakan sebuah kerugian bagi Banser, jika ingin membangun aksi “merangkul” bukan “memukul”. Posisinya diametral dengan sebagian publik. Namun jika dilihat dari posisi Banser dalam semangat menjaga NKRI dari kacamata cluster petahana, maka posisi Banser semakin kuat dan akan semakin diperhitungkan.
KESIMPULAN
Peristiwa pembakaran bendera yang bertuliskan kalimat tauhid, yang mirip dengan bendera HTI, telah memperlihatkan betapa mudahnya umat Islam dipecah belah dan dibenturkan sesama mereka. Cukup dengan sebuah bendera ini, yang dibakar oleh oknum dengan baju organisasi tertentu, akan langsung menyulut argumen pro dan kontra.
Dalam hal ini, apa yang telah dilakukan oleh aparat keamanan sudah sangat tepat. Langsung mengamankan oknum pelaku, bertidak berdasarkan koridor hukum, sehingga bisa meredam gejolak yang mungkin terjadi lebih parah.
Dari data DE di atas, Banser dalam satu sisi dirugikan oleh peristiwa pro-kontra ini. Karena misi untuk “merangkul” bukan “memukul” bahwa “kita semua sama” menjadi tidak tampak. Banser jadinya tampak harus berhadapan dengan umat Islam, yang tidak semuanya mendukung HTI. Namun Banser memiliki posisi yang makin kuat dari kacamata petahana, sebagai pembela NKRI dan lawan utama HTI.
Umat Islam sendiri secara umum adalah yang paling dirugikan. Konflik terbangun dengan mudah, luka terkoyak, dan perlu upaya khusus untuk merekatkan kembali. Menyatukan kembali mereka semua yang terlibat dalam konflik ini.
Ini kelemahan yang tampak nyata, di masa depan dengan sangat mudah bisa dimanfaatkan oleh pihak ketiga manapun yang ingin membenturkan antar umat Islam. Cukup dengan selembar bendera. Tidak ada yang diuntungkan, semua rugi. Kecuali kalau dibawa ke kepentingan politik, masing-masing pihak akan mengklaim keuntungan yang didapat.
CLOSING
Saya pribadi berharap, ke depan agar semua pihak belajar dari peristiwa ini. Tidak mudah terprovokasi oleh hal-hal yang bisa membenturkan umat Islam. Kali ini soal bendera, ke depan mungkin soal lain. Yang rugi hanya umat Islam. Yang untung adalah mereka yang siap mengambil “keuntungan lebih besar” dari negara dan bangsa Indonesia. Siapa mereka? Mereka yang memiliki kekuatan yang jauh lebih besar dari kedua cluster ini.