Oleh: Windo W
Kemarin (28/2/2019), Ratna Sarumpaet menjalani sidang perdana di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan. RS jalani sidang dengan agenda pembacaan dakwaan dari jaksa penuntut umum (JPU) terkait berita bohong atau hoaks untuk membuat keonaran. RS dijerat dengan UU Peraturan Hukum Pidana dan UU ITE. Kasus RS sempat heboh di penghujung tahun lalu dan menjadi percakapan politik di antara dua kubu yang kini tengah berkontestasi dalam Pilpres 2019.
DE membuat sebuah projek untuk memantau pemberitaan dan percakapan terkait RS. Data ditarik dari kanal media online dan media sosial, dengan menggunakan kata kunci "ratna sarumpet" dalam rentang waktu seminggu terakhir (22 hingga 28 Februari 2019).
Total volume pemberitaan dan percakapan yang berhasil ditarik 30.647 mentions. Di kanal media online 4.013, di Twitter 25.08, laman FB 922, Youtube 102, dan Instagram 102.
Dari data tersebut, DE utamanya ingin melihat peta percakapannya. Namun, juga akan disorot bagaimana gambaran umum peta pemberitaannya.
TREN
Tren di semua kanal menunjukkan pola serupa. Pemberitaan dan percakapan tentang RS sebelum hari persidangan tidak terlalu tinggi. Namun, pemberitaan dan percakapan tentang persidangan RS yang akan digelar 28 Februari sudah muncul. Pemberitaan dan percakapan melonjak signifikan pada hari persidangan kemarin.
Jika khusus menyorot pada tanggal 28, pola tren di semua kanal juga menunjukkan sama. Di mana pemberitaan dan perbincangan paling ramai terjadi pada pagi hari, pukul 10 saat persidangan RS berlangsung, berlanjut hingga sore hari. Selepas itu, perlahan mulai turun.
DIMENSI VISIBILITAS DAN VALENSI
Bagaimana visibilitas dan valensi pemberitaan tentang RS?
Dari peta distribusi pemberitaan, tampak media-media mainstream cukup mewarnai pemberitaan khususnya pada persidangan. Jumlah artikel yang muncul pada masing-masing media tak sedikit. Ini menggambarkan, persidangan RS punya visibilitas cukup tinggi atau menonjol dalam berita.
Dari data Topic Map, kita juga dapat melihat betapa menonjolnya berita tentang RS yang kemarin menjalani sidang perdana. Dilihat dari valensi (menyenangkan atau tidak menyenangkan cara pemberitaan bagi suatu peristiwa) tampak RS digambarkan sebagai tokoh dengan karakter “villain”. Tergambar dari frasa “aktor intelektual hoax” yang diatributkan pada RS.
Dalam pemberitaan tentang RS, nama capres dari dua kubu, Prabowo dan Jokowi, pun muncul. Ini tentu tak mengejutkan. Kasus RS, selain sudah masuk dalam ranah hukum, juga menjadi polemik dalam arena politik yang menjadi bahan ‘pertengkaran’ antara kubu 01 dan 02 selama Pilpres 2019.
INTERAKSI PERCAKAPAN
Bagaimana interaksi percakapan di kanal media sosial?
Di sini kita khusus melihat dari kanal media sosial Twitter karena kita memperoleh hampir sebagian besar populasi dari percakapannya sehingga bisa melihatnya lebih utuh.
Dilihat dari skor tingkat interaksi, tingkat interaksi percakapan terkait RS tidak tinggi. Hanya bernilai 1.85. Dari pola percakapan, pola mentions dan retweet mendominasi percakapan. Pola mentions sebesar 35.05% dan pola retweet sebesar 54.71 %. Sisanya, pola reply.
Sejauh pemantauan DE selama ini, pola mentions bila terlalu tinggi, perlu untuk disigi lebih lanjut untuk melihat apakah bersifat natural ataukah programmatic activity (yang umumnya bertujuan untuk mengamplifikasi percakapan untuk membangun opini/narasi/isu atau kontra narasi/isu/opini tertentu). Adakah pola seperti ini muncul dalam percakapan terkait RS selama pemantauan?
Hasilnya, kita menemukan adanya programmatic activity. Indikasinya dari redaksi yang serupa antar-akun atau satu akun yang dilakukan dalam rentang waktu yang tidak jauh berbeda atau bahkan sama. Ini dilakukan baik dari kubu yang membela 01 maupun 02. Sebagaian besar ktivitas dilakukan pada tanggal 28, rata-rata pada malam hari.
Lalu pendukung manakah yang lebih besar melakukan programmatic activity dalam konteks percakapan tentang RS ini? Kita akan lihat nanti di peta jaringan di bagian SNA.
ISU PERCAKAPAN
Dalam konteks percakapan tentang RS selama pemantauan khususnya saat persidangan kemarin, isu dominan muncul dari kubu 01. Isu utama yang dimunculkan, kubu kompetitor (02) merupakan sumber (produsen) hoaks dan kasus RS merupakan penipuan dalam sejarah politik di Indonesia. Ini tampak baik secara eksplisit maupun implisit dalam status-status pendukung 01.
@gm_gm :Sebentar lagi peradilan kasus hoax Ratna Sarumpaet akan digelar. Kasus penipuan dllm sejarah politik Indonesia yg menarik. https://t.co/NvBOjT7rHO.24/Feb/2019 06:20 WIB
@yusuf_dumdum : Tasniem Fauzia Rais adalah adik kandung dari Hanum Salsabilah Rais, anak dari Amien Rais. Setelah sebelumnya jagat medsos dikejutkan tangisan Hanum yang mengatakan Ratna Sarumpaet digebukin orang, eh skrg Adiknya ngatain munafik ke bapaknya? #SemburanFitnahPepes https://t.co/QBO3p4Ozzo. 27/Feb/2019 14:59 WIB
@Dennysiregar7 : Ketum PEPES ( Perempuan Pendukung Prabowo Sandi ) bantah emak2 yang tertangkap di Karawang karena fitnah @jokowi, sbg anggotanya. Mirip kasus Ratna Sarumpaet. Tidak diakui. Harusnya ini jadi pelajaran serius buat pendukung @prabowo, kalau resiko penumpang ditanggung sendiri. 26/Feb/2019 12:12 WIB
@ulinyusron : Produsen fitnah gerombolan Ratna Sarumpaet biasanya kayak gini melipirnya kalau terciduk aparat hukum. https://t.co/PQjz5I3JCr. 22/Feb/2019 13:40 WIB
Dari kubu 02, isu yang dimunculkan, kasus RS merupakan “senjata politik” untuk menyerang Capres 02 seperti yang implisit dapat dibaca dari twit pendukung 02.
@AkunTofa: Kok bisa ya, bersamaan dengan jadwal pemilu. Kasusnya, maupun proses sidangnya. Nama Prabowo CS jadi gorengan tiap hari di Pengadilan. Prabowo dikamplengi tiap hari dgn berita dia. Ratna Sarumpaet milik siapa sih? sampai di sini faham? mungkin tidak. Semua "tampak" alamiyah. 28/Feb/2019 21:49 WIB
INFLUENCER PERCAKAPAN
Dari peta influencer yang tertangkap oleh DE, barisan pendukung 01 menjadi influencer dominan dalam percakapan. Dari Top Five Most Influencer (@GunRomli, @yusuf_dumdum, @gm_gm, @Dennysiregar7 dan @ulinyusron), semuanya pendukung petahana. Sedikit sekali dari pendukung 02 mewarnai percakapan. Nama yang muncul segelintir saja seperti @AkunTofa.
Ini juga tergambar dari peta hestek. Hestek paling ramai adalah hestek dari pendukung 01. Hestek yang digunakan bersifat narasi menyerang 02 yakni #Emak2Korban02 dan #PrabowoTumbalinRatna. Meme yang banyak di-share juga mayoritas meme yang mendukung narasi di balik hestek yang diinisasi oleh pendukung 01.
Hestek dari kubu 02 juga menggunakan narasi menyerang seperti #PemimpinHobyPHP, #PembohongJanganDipilih, #BohongLagiBohongLagi, #JaeRajaHoax. Walaupun hestek yang diinisasi pendukung kubu 02 beragam, hestek-hestek tersebut kalah menonjol dari hestek yang diinisasi oleh kubu 01. Demikian pula dengan meme.
Situasi yang sama bisa kita lihat dari peta SNA. Dari peta SNA (berdasarkan retweet dan mention), klaster pendukung 01 tampak sangat besar dan padat. Berbeda dengan pendukung kubu 02 yang sangat kecil.
Dalam konteks percakapan terkait RS, di kedua pendukung sama-sama terdapat programmatic activity. Akun-akun yang menjalankan aktivitas ini terpisah dari klaster utama. Dilihat dari ukuran, kubu 02 lebih besar menggunakan programmatic activity seperti tergambar dari peta SNA. Jika itu dimaknai sebagai upaya untuk mengamplifikasi percakapan (sebagai upaya kontra isu/narasi dari narasi dominan dari pendukung o1), programmatic activity tersebut tidak melampaui besar pendukung 01 yang tampak lebih militan dan organik dalam konteks percakapan terkait RS selama rentang pemantauan.
KESIMPULAN
Beberapa kesimpulan dapat disampaikan di sini.
Peta pemberitaan tentang RS khususnya pada saat persidangan perdana kemarin mendapat sorotan media (dilihat dari visibilitas atau tingkat jumlah menonjolnya). RS dominan digambarkan dalam karakter tokoh “villain” dari aspek valensi pemberitaan.
Percakapan tentang RS di kanal media sosial khususnya Twitter melibatkan dua pendukung dari 01 maupun 02. Namun, influencer percakapan lebih diwarnai oleh para pendukung 01.
Dari pendukung baik dari kubu 01 maupun 02 sama-sama terdapat programmatic activity untuk menaikan percakapan dan narasi mereka masing-masing. Bila dibandingkan dalam konteks percakapan terkait RS selama pemantauan, programmatic activity dari pendukung kubu 02 lebih besar ketimbang 01.
Dari sudut pandang perang persepsi, jelas kedua belah kubu tengah bertempur meraih dominasi persepsi publik lewat narasi dan isu yang diinisiasi dalam percakapan; yang tampak juga dari hestek, meme dan isu yang ditonjolkan. Untuk mengukur efek mana yang lebih berhasil tentu perlu penelitian lanjut.
Namun, bila bercermin dari tingkat interaksi yang kecil dalam percakapan, apakah ini suatu tanda, bahwa publik justru mulai tidak tertarik dalam percakapan yang hanya berputar di kisaran dua kubu yang saling menyerang? Publiklah yang akan menjawabnya.
CLOSING
“There are things known and there are thing unknown, and in between are the door of perception,” -- Aldous Huxley.