APA YANG DISOROT PUBLIK DARI DITOLAKNYA PK BAIQ NURIL?

Oleh: Windo W.

Seperti ramai diberitakan, upaya hukum berupa Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan Baiq Nuril ditolak oleh Mahkamah Agung (MA). MA tetap meyakini perbuatan Baiq Nuril menyebarluaskan rekaman telepon secara ilegal membuat nama baik orang lain dirugikan. Artinya, Baiq Nuril tetap mendapat hukuman 6 bulan penjara serta denda Rp 500 juta.

Bagaimana respons publik terhadap ditolaknya PK Baiq Nuril oleh MA tersebut? Apa yang disorot publik dari ditolaknya PK Baiq Nuril?

Drone Emprit (DE) memonitornya melalui media sosial, khususnya Twitter. Pengumpulan data berdasarkan kata kunci: baiq nuril dalam rentang waktu 4 hingga 12 Juli.

VOLUME DAN TREN PERCAKAPAN

Dalam rentang pemantauan, muncul 11.9 K twit dalam perbincangan seputar Baiq Nuril. Puncak percakapan terjadi tidak lama setelah pasca ditolaknya PK Baiq Nuril oleh MA. Sempat turun, namun tren naik lagi pada tanggal 9 Juli. Aktivitas percakapan ramai dilakukan pada siang dan malam hari.

APA YANG DISOROT PUBLIK?

Dari percakapan yang terpantau oleh DE, berdasarkan 10 percakapan teratas (berdasarkan jumlah retweet yang diperoleh), ada beberapa isu yang disorot publik pasca penolakan PK yang diajukan Baiq Nuril oleh MA.

Pertama, soal UU ITE yang dianggap sebagai pasal karet. Kedua, tentang korban pelecehan seksual yang mestinya dilindungi justru menjadi terpidana dan ini dapat berdampak ke depan sulitnya para korban pelecehan seksual untuk menyuarakan kasus mereka. Ketiga, dorongan terhadap Presiden untuk membebaskan Baiq Nuril.

DUKUNGAN PUBLIK

Publik ramai memberikan dukungan terhadap Baiq Nuril. Dukungan dan empati publik terhadap kasus yang menimpa Baiq Nuril tergambar dari tagar yang digunakan dalam percakapan. Sangat jelas sekali, tagar-tagar yang muncul dan menonjol, yakni #SaveBaiqNuril, #BaiqNuril, #metoo dan #JokowiAmnestyBaiqNuril, semuanya memberikan dukungan terhadap Baiq Nuril.

ANALISIS

Penolakan PK yang diajukan Baiq Nuril oleh MA mendapat atensi dari publik. Publik memberikan dukungan terhadap upaya Baiq Nuril mencari keadilan yang tengah ia perjuangkan.

Dalam kasus ini, tiga sorotan yang menjadi perhatian publik adalah salah satunya soal UU ITE. Undang-undang ini dianggap sebagai pasal karet. Dengan mencuatnya kasus Baiq Nuril, ini dapat menstimulus publik untuk mendorong dilakukannya revisi pasal yang dianggap kontroversial tersebut.

Soal lainnya yakni perlindungan terhadap korban pelecehan seksual. Kasus ini kerap terjadi pada perempuan. Dari sisi perlindungan perempuan, penolakan PK terhadap kasus Baiq Nuril  ini oleh pihak pemerhati dan pembela kaum perempuan tentu dapat dianggap sebagai preseden buruk  atas perlindungan perempuan di negeri ini.

Soal lainnya yakni dorongan untuk Presiden membebaskan Baiq Nuril. Hal ini terlihat dari munculnya tagar #JokowiAmnestyBaiqNuril. Pertanyaan kemudian, apakah amnesti tepat untuk membebaskan Baiq Nuril? Seperti disampaikan oleh para pakar hukum, amnesti ditujukan kepada pelaku tindak pidana kejahatan terhadap keamanan negara, seperti makar, sedangkan kasus Baiq Nuril bukanlah kejahatan terhadap keamanan negara, melainkan kejahatan terhadap orang. Sebab itu, pemberian amnesti tidaklah tepat diberikan kepada Baiq Nuril. Namun, terlepas dari gerakan hestek yang mendorong Presiden untuk membebaskan Baiq Nuril melalui amnesti tidak dipandang tepat oleh para pakar, ini tidak menghilangkan simpati dan empati publik. Tentu saja, pertanyaan berikutnya, apakah upaya Baiq Nuril untuk mendapat keadilan yang dicarinya terhenti? Inilah yang mesti dipercakapkan dan didiskusikan yang tidak hanya melibatkan publik secara umum, tapi juga para pakar.

CLOSING

Baiq Nuril mendapat empati dari publik akibat PK-nya yang ditolak MA. Tentu  ini mencerminkan kegundahan publik terhadap perjuangan mendapatkan keadilan. Di sinilah para pakar mesti mampu memberi titik terang. Terkait PK yang telah ditolak, memang PK adalah upaya hukum terakhir dalam sistem peradilan pidana. Tetapi, bukan akhir dari upaya memperoleh keadilan. Baiq Nuril adalah seorang terpidana, namun hak atas keadilan tidak dapat dicabut hanya karena ia seorang terpidana. Maka di sinilah, hukum sebagai senjata pencari keadilan harus memberi ruang khusus bagi seluruh terpidana untuk memperoleh hak-hak atas keadilan agar dapat tercapai melalui saluran hukum.