Bangkitnya Dwifungsi ABRI/TNI di Era Reformasi: Relevankah?

Oleh: Lathif Purwa Atmaja

Penetapan  status tersangka terhadap aktivis dan dosen Sosiologi UNJ, Robertus Robet, pada Rabu malam kemarin berujung kontroversi. Hal itu dikarenakan penahanannya atas tuduhan merendahkan institusi TNI dalam aksi Kamisan pekan lalu.

Waktu itu, Robet melakukan orasi yang menolak wacana kebangkitan kembali dwifungsi TNI di Indonesia. Wacana ini mengemuka terkait rencana penempatan perwira TNI di sejumlah posisi sipil.

Kasus ini bermula saat Luhut Binsar Panjaitan yang saat ini duduk sebagai menteri koordinator bidang kemaritiman, pernah mengemukakan pendapatnya untuk menempatkan perwira TNI di posisi kementerian atau lembaga pemerintahan.

Luhut mengatakan bahwa ada lebih dari 500 perwira menengah berpangkat kolonel yang menganggur (non-job).

Untuk itu, DE mencoba untuk mengelaborasi polemik tersebut dengan menggunakan kata kunci “dwifungsi ABRI, dwi fungsi ABRI, dwifungsi TNI, dwi fungsi TNI.” Periode penarikan data dari 2 hingga 9 Maret 2019.

Dari periode tersebut, terpantau sebanyak 253 pemberitaan. Sedangkan dari ranah sosial media termonitor sebanyak 3.957 perbincangan, di mana didominasi oleh percakapan Twitter sebanyak kurang lebih 3.800 mentions. Selebihnya tercatat dari laman Facebook sebanyak 161 mentions, Instagram 13 mentions, dan YouTube 11 mentions.

MEDIA ONLINE

Kronologi Pemberitaan

Terkait dengan isu akan dibangkitkan lagi dwifungsi ABRI/TNI, Luhut sendiri membantah isu tersebut dengan mengatakan bahwa di balik rencana penempatan perwira aktif TNI pada 15 kementerian dan lembaga, menurutnya kebijakan ini sudah diambil lewat kajian tertentu dan berdasarkan pada kebutuhan yang ada.

Hal ini juga ditegaskan oleh Moeldoko yang menyampaikan bahwa Presiden Joko Widodo sama sekali tidak punya keinginan mengembalikan dwifungsi TNI. Untuk itu, Moeldoko meminta isu TNI masuk lembaga sipil atau dwifungsi TNI tidak dikembangkan ke mana-mana.

Hal senada juga dijelaskan oleh Panglima TNI, Marsekal TNI Hadi Tjahjanto, bahwa dwifungsi ABRI adalah masa lalu dan tidak ada rencana dari kubu TNI untuk menghidupkannya lagi.

Terkait dengan penahanan aktivis Robertus Robet, dalam klarifikasinya dia menegaskan bahwa protes melalui mars yang dilantunkannya merupakan lagu dari zaman reformasi 98 dan bukan lagu ciptaannya. Lagu tersebut diciptakan untuk mengkritik TNI/ABRI pada waktu itu yang dianggap sewenang-wenang. Robet tidak bermaksud mengkritik TNI zaman sekarang di mana dia tahu betul semangat reformasi yang ditunjukkan oleh tubuh TNI sendiri. Untuk itulah dia meminta maaf jika tindakannya pada acara Kamisan lalu menimbulkan kesalahpahaman.

Tren di media online menunjukkan kenaikkan pada tanggal 5 Maret 2019 di mana panglima TNI menegaskan tidak ada yang namanya kebangkitan dwifungsi TNI. Itu hanyalah omong kosong. Selanjutnya, tren pemberitaan mengalami puncaknya pada tanggal 7 Maret yang sebagian besar mewartakan penangkapan aktivis Robertus Robet dan klarifikasi Robet atas tindakannya.

SOSIAL MEDIA

Hampir setengah dari topik percakapan diisi oleh unggahan video orasi Robertus Robet di acara Kamisan minggu yang lalu. Selain itu, topik perbincangan juga diisi dengan hujatan warga net terhadap Robertus Robet.  Di sisi lain, ada pula percakapan yang menampilkan video klarifikasi Robertus Robet. Selebihnya mengenai ungkapan perasaan warga net terkait demo kepada pemerintah.

Alur Percakapan Twitter

•       Dari 20 teratas perbincangan Twitter, dapat ditarik kesimpulan bahwa:

•       Tidak sedikit yang mendukung Robertus Robet untuk dibebaskan mengingat ada pihak yang tidak bertanggung jawab yang menyebarkan video orasi tersebut secara tidak utuh sehingga terkesan menghina penguasa. Selain itu, banyaknya kritik yang disampaikan warga net untuk menolak dwifungsi ABRI/TNI yang sudah lama dihapuskan sejak reformasi 98.

•       Di sisi lain, ada yang mengaitkan polemik dwifungsi dan penangkapan Robertus Robet sebagai tindakan otoriter Presiden Jokowi. Jokowi dianggap ingin membangkitkan dwifungsi dan sikap otoritarian Orba. Ada juga yang mengaitkannya dengan pilpres 2019, di mana momen pemilu menjadi momentum untuk membangkitkan dwifungsi.

Tagar-tagar seperti #BebaskanRobet, #BebaskanRobertusRobet, dan #robertusrobet ramai menghiasi tanda tagar terpopuler dalam periode ini. Selain itu juga ramai tagar #TolakDwifungsiTNI. Namun yang menarik di sini adalah terselipnya tagar #2019PrabowoPresidenRI dan #2019GantiPresiden.

TOPIK PERBINCANGAN POPULER (FB)

Kurang lebih setengah dari topik percakapan diisi oleh unggahan mengenai keterangan Panglima TNI yang menjelaskan bahwa dwifungsi ABRI adalah sejarah masa lalu yang tidak mungkin kembali saat ini. Yang kemudian ramai diperbincangkan tentang keterangan Moeldoko yang juga menolak akan adanya dwifungsi ABRI/TNI. Selain itu, perbincangan mengenai ungkapan Sudirman Said mengenai kritik Robertus Robet yang mana merupakan suatu kebebasan akademik.

KESIMPULAN

Dari data yang tersaji di atas, dapat disimpulkan bahwa:

  1. Kesimpulan yang diambil dari media online.

•       Pemberitaan di media online sebagian besar bersifat komprehensif dan tidak memihak.

•       Secara runut menjelaskan awal mula dicetuskan isu pengisian sejumlah lembaga sipil oleh perwira menengah berpangkat kolonel yang didengungkan sebagai dwifungsi  ABRI/TNI di era Jokowi. Namun kemudian hal ini ditolak keras oleh Luhut, Moeldoko, dan Panglima TNI.

•       Berlanjut kepada Penangkapan aktivis Robertus Robet yang dianggap menghina pemerintah atas kritiknya terhadap dwifungsi, namun setelah itu diwartakan bahwa ia tidak bermaksud menghina TNI zaman sekarang namun TNI pada masa Orba.

•       Serta klarisfikasi permintaan maaf Robet jika aksinya menimbulkan kesalah pahaman.

2.  Kesimpulan yang dapat diambil dari media sosial.

•       Berdasarkan 20 teratas perbincangan di ranah Twitter, sebagian besar mengkritrik adanya isu dwifungsi yang sedang mengemuka akhir-akhir ini.

•       Dari tagar terpopuler didapat rumusan bahwa sebagian besar warga net berharap agar Robertus Robet bebas dan penolakan terhadap dwifungsi ABRI/TNI. Meskipun begitu, uniknya terselip tagar-tagar dari oposan pemerintah yang ingin menjadikan Prabowo sebagai presiden 2019.

•       Selain itu, perbincangan di laman Facebook sebagian besar membahas tentang penjelasan Panglima TNI dan Moeldoko mengenai tidak adanya dwifungsi ABRI/TNI yang berlaku saat ini. Di sisi lain, dukungan dari politisi Gerindra, Sudirman Said, atas kritik Robertus Robet yang dinilai sebagai ungkapan kebebasan akademik.

•       Perbincangan dari ranah Instagram dan YouTube tidaklah signifikan.

CLOSING

•       Dari pemaparan data dan kesimpulan, dapat dikatan bahwa negara dengan beragam pemaparan dari para stakeholder-nyamenyatakan bahwa dwifungsi ABRI/TNI tidak akan diberkakukan pada saat ini.

•       Hal ini juga disambut oleh sebagian besar masyarakat yang juga menolak diberlakukan kembali dwifungsi.

•       Contoh dukungan terhadap aktivis Robertus Robet untuk segera dibebaskan merupakan cerminan suara masyarakat yang mendukung untuk menolak dwifungsi ABRI/TNI di era reformasi.