BBM Turun, Jokowi Panen Terima Kasih

Oleh Windo W

Sabtu malam (9/2), pertamina mengumumkan menurunkan harga BBM (jenis Pertamax) lantaran harga minyak dunia yang menurun dan penguatan nilai rupiah (terhadap dolar Amerika Serikat). Penurunan harga tersebut berlaku sejak kemarin, Minggu. 10 Februari 2019.

DE memantau pemberitaan dan percakapan terkait hal ini. Kata kunci yang digunakan untuk menarik data yakni: turun, kemudian difilter dengan kata kunci: pertamax, BBM. Selama dua hari pemantauan, 9 hingga 10 Febuari 2019, total mentions yang berhasil ditarik 6.273. Di mana 6.081 mentions dari kanal percakapan (Twitter) dan 192 mentions dari kanal pemberitaan (online news).

Tulisan ini ingin mengetahui bagaimana tren dan topik di kanal pemberitaan serta di kanal percakapan (Twitter), lalu apa sajakah kesimpulan yang bisa ditarik dari data yang muncul?

Kanal Pemberitaan

Dari grafik tren pemberitaan terdapat dua peaks. Pertama, pengumuman tentang harga BBM (pertamax) turun, yang sebelumnya didahului oleh pemberitaan turunya harga BBM milik Shell, tapi tidak setinggi pemberitaan pengumuman penurunan harga BBM pertamax cs. Peak kedua, yang terjadi pada hari berikutnya, terkait mulai berlakunya penurunan harga BBM pertamax cs.

Dari dua peaks tren pemberitaan tersebut, turunnya harga BBM pertamax cs dan pemberlakuan penurunan harga tersebut tampak memiliki visiabilitas (tingkat menonjolnya berita). Hal tersebut mengindikasikan, pemberitaan tersebut menjadi agenda media.

Ini terlihat dari sejumlah media baik mainstream (seperti detik.com., kumparan.com, gatra.com dst) maupun non mainstream (seperti antarfoto.com) yang sama-sama memuat pemberitaan tentang pengumuman dan pemberlakuan harga BBM pertamax turun, terhitung mulai dari tanggal 10 Febuari 2019.

Topik-topik pemberitaan yang disorot di kanal pemberitaan di antaranya kaitan harga BBM pertamax cs turun dengan isu pilpres, sidak Dirut Pertamina ke SPBU, informasi penurunan harga BBM pertamax yang belum diketetahui oleh sebagian pengendara, selisih harga yang ditawarkan SPBU asing dengan operator BBM ‘pelat merah’  tak berbeda jauh.  Sementara itu, Jokowi sebagai subjek pemberitaan tidak terlalu menonjol, berbeda dengan pertamina yang menonjol tampil sebagai subjek pemberitaan.

Kanal Percakapan

Di kanal percakapan, tren percakapan menunjukan ada kenaikan percakapan pada tanggal 9 pada malam hari saat pengumuman penurunan harga BBM pertamax cs. Setelah itu, percakapan alami kenaikan pada tanggal 10 di mana percakapan paling tinggi terjadi pada siang hari. Adanya tren kenaikan percakapan pada saat pengumuman penurunan harga BBM pertamax cs, kemudian diikuti grafik kenaikan percakapan setelahnya, ini mengindikasikan bahwa penurunan harga BBM pertamax CS memiliki segi familiaritas (derajat kesadaran khalayak akan topik ini).

Pola dominan yang muncul di percakapan, yakni pola mentions (35,05 %) dan retweet (59.87%). Artinya, percakapan mengenai turunnya harga BBM ini banyak disebut dan di-share oleh warganet.

Terkait turunnya harga BBM (pertamax cs), sorotan percakapan tertuju pada beberapa isu. Di antaranya sindiran kepada kubu oposisi (yang kerap diasosiasikan dengan sebutan kampret) yang tampak diam saat harga BBM turun, penurunan harga BBM tidak ada hubungannya dengan pilpres, dan penurunan harga BBM ini selain lantaran harga minyak mentah dunia turun, juga karena rupiah (ekonomi) menguat.

@ADSastrawidjaja : BBM kembali turun. Untuk para kampret, dipersilakan ngeluarin bacotnya #BBMTurunIndonesiaMaju https://t.co/Gp0LTVqQpb
10/Feb/2019 13:13 WIB
@bangzul_1988 : TURUNNYA BBM Pemerintah udah males tanggepin fitnah kalian. Jadi biar kami para relawan projo aja yg ladenin. Pemerintah menurunkan harga BBM bukan karena mau pilpres. Tapi harga minyak mentah dunia sudah turun & menguatnya rupiah terhadap mata uang dolar. Kabarin buat kampret. https://t.co/M7EoRtvbx1
10/Feb/2019 13:13 WIB
@yusuf_dumdum : Harga BBM turun lagi dipengaruhi penguatan rupiah dan turunnya harga minyak dunia. Btw udah dua kali berturut-turut BBM turun kok diem2 aja gak diumumkan Presiden. 😂 https://t.co/SJYXxVJMur #JokowiOrangBaik
10/Feb/2019 08:46 WIB
@SuryoUdoro : Asyik..Mulai Besok Harga Pertamax Cs Turun Rp.800,- / Lt. Bagi yg mampu, tetap gunakan BBM Non Subsidi. #JokowiHarapanPasti https://t.co/nhOncvFXcf
9/Feb/2019 22:30 WIB

Berbagai ekspresi juga muncul dalam percakapan (sebagaimana dapat dilihat dari daftar most retweet). Dapat dilihat dari pilihan kata/frasa atau kalimat dari para users. Ada yang menggunakan kata hore, alhamdulillah, terima kasih. Diksi ini untuk memuji (mengapresiasi) pemerintah. Dalam hal ini, pujian itu diarahkan kepada dua pihak yakni Pertamina dan Jokowi. Bila dibandingkan di antara keduanya, Jokowi lebih menonjol hadir dalam percakapan daripada pertamina terkait percakapan tentang turunnya harga BBM (pertamax cs).

Menonjolnya Jokowi hadir dalam percakapan juga terlihat dari ramainya hestek yang mengamplifikasi (memperkuat) posisi Jokowi dalam percakapan, seperti munculnya hestek #BBMTurunIndonesiaMaju, #JokowiOrangBaik, #jokowilagi, #JokowiHarapanPasti, #01JokowiLagi, #01JokowiMenang, #01JokowiPresiden, #jokowi2periode, #JokowiPilihanTepat dan lain-lain.

Selain kata hore, alhamdulillah, terima kasih, ekspresi yang muncul (sebagaimana dapat dilihat di daftar most retweet) juga ada yang menggunakan kata hoax, wowo, kampret. Diksi ini digunakan oleh pendukung 01 untuk menyindir kubu oposisi yang hampir tak muncul dalam percakapan. Dilihat dari peta influencers, influncers kubu 02 hampir tidak muncul sehingga tak tampak percakapan mereka tentang harga BBM turun. Yang muncul dominan adalah influencers dari pendukung 01, selain itu juga akun-akun media.

Hal ini juga terlukis dari peta SNA. Peta SNAmemperlihatkan bahwa adanya percakapan yang menyebar, di mana akun-akun yang berada di tiap-tiap klaster merupakan pendukung 01, dan tidak mennggambarkan polarisasi. Di antara klaster-klaster tersebut, isu yang mereka angkat berbeda, ada yang memuji Jokowi melalui kebijakan penurunan harga BBM dan ada pula yang menyindir kubu 02.

Adapun mana yang lebih dominan percakapan yang menyindir kubu 02 melalui isu turunnya harga BBM (yang dieskpresikan dengan kata hoax, kampret, hoax) dengan percakapan yang menyampaikan ucapan pujian kepada Jokowi—dan juga pertamina—(yang diekspresikan melalui kata hore, alhamdulilah, terima kasih), percakapan tentang pujian terhadap Jokowi lebih dominan ketimbang percakapan yang menyindir kubu 02 yang tampak tak muncul dalam percakapan tentang turunnya harga BBM.

Kesimpulan

Dari pemaparan temuan di atas, ada beberapa kesimpulan yang bisa disampaikan.

Pertama, baik media pemberitaan maupun media percakapan (Twitter) sama-sama memberikan perhatian pada kabar turunnya harga BBM.

Kedua, ada sorotan yang agak berbeda di media pemberitaan dengan di media percakapan pasca turunya harga BBM. Di media pemberitaan, sorotan yang muncul terkait penurunan tersebut tidak terlalu memunculkan Jokowi sebagai subjek pemberitaan yang menonjol, justru pertamina dan isu BBM menjadi subjek pemberitaan paling menonjol. Ini agak berbeda dengan media percakapan, Jokowi hadir dominan dalam percakapan tentang turunnya harga BBM. Panen ucapan pujian (hore, alhamdulillah, terima kasih) diperoleh Jokowi (dan juga Pertamina) berkat turunnya harga BBM.

Ketiga, seperti tergambar di kanal percakapan, turunnya harga BBM diamplifikasi oleh pendukung 01 untuk mempromosikan Jokowi. Sementara kubu 02 tampak tak muncul sehingga tidak tampak ada narasi yang berbeda di balik penurunan harga BBM ini (hal yang berbeda bila melihat peta percakapan terkait isu yang melibatkan dua kubu (01 dan 02) dalam satu topik percakapan di mana masing-masing menampilkan narasi yang saling berseberangan).

CLOSING

Ke depan, kita berharap, kedua kubu sama-sama tampil dalam percakapan tentang isu publik. BBM adalah isu publik. Dengan tampilnya kedua kubu dengan membawa perspektif yang berbeda, sebetulnya ini akan menghidupkan diskursus publik itu sendiri tentang kebijakan publik (dalam konteks ini harga BBM turun) yakni apakah kebijakan tersebut lahir karena berorientasi kepada kepentingan publik ataukah kepentingan 'kuasa' yang menyelebung di balik kebijakan yang dianggap popular. Diskursus seperti ini mesti hidup di ruang publik dan publiknya yang akan menilainya.