Cyber War Menjelang Reuni 212
Oleh: Ismail Fahmi
Reuni 212 sudah berlangsung kemaren, 2 Desember 2018, dengan sangat kondusif, aman, dan tertib. Drone Emprit (DE) akan menurunkan dua analisis: menjelang aksi Reuni 212, dan pada hari H reuni.
Analisis dalam tulisan ini akan fokus pada aksi menjelang reuni 212, dari tanggal 16 November hingga 1 Desember 2018. Wa bil khusus, kita ingin menjawab beberapa pertanyaan berikut:
- Bagaimana cyber war atau perang di dunia maya dilakukan oleh kubu yang ingin mengadakan aksi dan yang menolak?
- Bagaimana beda kekuatan kedua kubu pada tahun 2018 ini jika dibandingkan dengan tahun 2017?
- Apakah Reuni 212 ini murni aksi keagamaan, murni politik, atau gabungan antara politik dan wisata rohani?
- Apakah narasi kampanye kubu yang pro dan yang kontra Reuni 212?
- Bagaimana karakteristik konten pada kedua kubu, mana yang menghasilkan engagement tinggi?
- Bagaimana penggunaan robot dalam percakapan?
- Siapa top influencer di Twitter dan Instagram?
DATA
Untuk menangkap selengkap mungkin percakapan tentang reuni 212, kita gunakan keyword: 212, reuni212, dan reuniakbar212. Dalam periode dari 26 November s.d. 1 Desember, kita dapatkan 246k mention di Twitter, 12.8k mention di media online, 8.4k mention di Instagram, dan dari FB tertangkap 6.6k mention.
Pada tanggal 30 November (Jum’at), tren naik paling tinggi, lalu turun pada 1 Desember, sehari menjelang hari H. Kalau grafik dilanjutkan, tampak pada hari H, 2 Desember, percakapan paling puncaknya terjadi.
SNA 2017 vs 2018: PENURUNAN DRASTIS KUBU KONTRA 212
Pada tahun 2017, Drone Emprit pernah membuat analisis serupa ini. Sekarang kita bandingkan bagaimana grafik SNA yang menggambarkan peta kekuatan cyber dari kubu-kubu yang terlibat dalam percakapan tentang 212 pada tahun itu dengan tahun 2018.
Peta SNA pada tahun 2017 memperlihatkan adanya dua cluster yang hampir sama besarnya. Cluster pro Reuni 212 relatif lebih banyak top influencer-nya seperti @maspiyuu, @eae18, @CondetWarrior, @NetizenTofa, @gnpfulama_sumut, @MrAdrianMaulana, @MbahUyok, dll. Sedangkan cluster Kontra 212 pada saat itu juga masih banyak top influencer yang aktif dalam percakapan, seperti @digembok, @wahabbicc_jabar, @RizmaWidiono, @kangdede78, @triwul82, @p3nj3l4j4h, @GunRomli, @PartaiSOcmed, @cagubnyinyir, @TetapAhokDjarot, dll. Menjelang Reuni 212 tahun 2017, kubu yang kontra sangat kompak dan aktif dalam memberi kontra narasi.
Peta SNA untuk tahun 2018 memperlihatkan kondisi yang jauh berbeda. Hanya ada satu cluster besar dari kubu pro Reuni 212, dan satu cluster kecil dari kubu kontra. Influencer dan buzzer dari kubu pro 212 saat ini jauh lebih besar dibanding pada tahun sebelumnya. Ada peningkatan yang sangat signifikan dalam kekuatan cyber mereka. Sementara itu di kubu kontra, hanya ada beberapa influencer dari tahun sebelumnya yang masih aktif seperti @RizmaWidiono dan @p3nj3l4j4h, dan ada yang baru seperti @yusuf_dumdum, @Makdetektif, dll. Sedikitnya influencer kontra ini ternyata juga dibarengi dengan sedikitnya follower yang turut mengamplifikasi narasi mereka.
Semakin kecilnya cluster yang kontra, bisa jadi disebabkan oleh dua hal: Reuni 212 sudah tidak lagi menjadi prioritas bagi mereka untuk dilawan; atau semakin kecilnya kekuatan sehingga tidak semua isu akan dihadapi. Apapun penyebabnya, dari data ini, kita bisa lihat bahwa perlawanan terhadap Reuni 212 tahun 2018 ini sudah sangat kecil di dunia maya.
Pada tahun 2017, total retweet yang tertangkap hanya 32k, sedangkan tahun 2018 ada 232k retweet. Ini merupakan peningkatan yang luar biasa. Antusiasme publik yang tertangkap di media sosial Twitter ini merupakan aset tersendiri yang harus dipertimbangkan oleh lawan jika aksi ini kelak diarahkan pada tujuan politik tertentu.
Besarnya ukuran cluster pro Reuni 212, serta semakin banyaknya influencers dan kuatnya engagement di dalamnya memperlihatkan besarnya kekuatan cyber mereka. Ini seperti ajang ‘show of force’ dari cluster ini di dunia maya, yang ternyata sejalan dengan kondisi di lapangan.
HASHTAGS: ASPIRASI #2019GANTIPRESIDEN DI BALIK REUNI 212
Sekarang kita lihat bagaimana narasi yang berkembang di dalam percakapan tentang Reuni 212 ini. Yang paling mudah kita lihat bagaimana penyampaian pesan dilakukan melalui hashtags atau tagar.
Dari peta tagar semua percakapan tentang 212 dalam periode analisis ini, tagar paling populer adalah #ReuniAkbar212 dan #Reuni212. Ternyata, tagar ketiga yang paling banyak ditemukan adalah #2019GantiPresiden, dan ditemukan pula tagar lain yang berhubungan dengan aspirasi politik ini yaitu #2019PrabowoSandi. Hal ini memperlihatkan bahwa Reuni 212 tidak lepas dari aspirasi politik, yaitu untuk tujuan pemenangan salah satu paslon pada Pilpres 2019.
Di Instagram, kampanye #Reuni212 juga sering muncul bersama tagar #ReuniAkbar212, #AksiBelaTauhid, dan juga mengandung aspirasi politik dalam tagar #2019GantiPresiden dan #2019PrabowoPresiden.
Kalau dilihat dari peta SNA sebelumnya, hal ini sangat wajar terjadi. Para influencer dan pendukung Reuni 212 adalah mereka yang selama ini juga pendukung Prabowo dan Sandi, dan pengusung tagar 2019GantiPresiden. Aspirasi politik ini sedikit banyak masuk dalam kegiatan Reuni 212.
HASHTAGS: ASPIRASI #JOKOWILAGI DI BALIK #TOLAKREUNI212
Kita secara khusus memonitor tagar ini. Peta SNA #TolakReuni212 memperlihatkan adanya sekelompok user di Twitter yang memiliki interaksi sangat erat di antara beberapa kelompok user di sana. Nama-nama akun di SNA ini jarang ditemui dalam percakapan natural.
Peta tagar terkait narasi kontra ini memperlihatkan pola, di mana dua tagar kontra narasi di atas yaitu #TolakReuni212 dan #MakarBerkedokTauhid adalah paling banyak muncul, diikuti tagar #MuslimCerdasMuslimDamai dan #Reuni212Politis. Di samping tagar-tagar penolakan ini, ternyata ada tagar yang terkait aspirasi politik yaitu #JokowiLagi dan #JKWMerahPutih.
Di Instagram, aspirasi serupa juga dapat dilihat jelas. Tagar #TolakReuni212 sering muncul bersamaan dengan #MuslimCerdasMuslimDamai, dan juga berisi aspirasi politik dalam tagar #01IndonesiaMaju dan #2019TetapJokowi.
Ini memperlihatkan bahwa percakapan pro dan kontra terkait Reuni 212, sama-sama membawa aspirasi politik masing-masing. Aspirasi ini mungkin tidak secara resmi disampaikan, namun sangat jelas baunya.
#MAKARBERKEDOKTAHUID: KONTRA NARASI YANG KURANG PAS
Dari peta tagar di atas, kita lihat ada tagar yang menjadi antitesis dari Reuni 212 ini, yaitu #TolakReuni212 dan #MakarBerkedokTauhid. Kedua tagar ini selalu muncul bersamaan, yang membawa kontra narasi bahwa Reuni 212 ini tidak lain adalah upaya makar para pendukung HTI, yang membawa bendera tauhid.
Jika dilihat percakapan mereka yang pro Reuni 212, tak tampak adanya dominasi HTI atau kepentingan HTI dalam reuni ini. Banyak publik yang hadir karena nostalgia, ingin bertemu sesama saudara, dan merasakan atmosfer di mana banyak sekali umat Islam dan umat-umat lain bersama di satu tempat yang sama, secara damai, tertib, dan menjaga kebersihan. Jika hal ini dilabeli sebagai makar HTI yang berkedok tauhid, maka kontra narasi ini akan sulit bisa dipercaya oleh mereka yang akan hadir, sehingga tidak efektif.
KONTEN NATURAL VS REKAYASA
Kalau kita bandingkan konten dan status yang paling banyak di-retweet, serta gambar dan video yang paling banyak di-share antara percakapan tentang Reuni 212 dan #TolakReuni212, kita bisa analisis bagaimana konten tersebut dibuat dan mana yang lebih banyak mendapat engagement dari publik.
Pada konten yang dibuat oleh pendukung Reuni 212, paling populer adalah sebuah twit berisi foto dari Charles Simarmata, seorang Katolik, Pancasilais, Nasionalis, bukan kader ataupun anggota partai, yang mendukung total Prabowo Sandi, dan selalu hadir dan mendukung aksi 212 sejak 2016, 2017, dan 2018. Lalu ada twit dari DKM Al Ikhlas Kebagusan yang siap menampung jamaah aksi 212. Foto-foto nostalgia dari aksi 212 sebelumnya yang pernah diikuti oleh peserta juga termasuk yang paling banyak di-retweet. Video-video yang banyak di-share kebanyakan dibuat oleh berbagai sumber, yang di-share oleh top influencers.
Konten menjadi viral atau banyak mendapat engagement di kalangan pendukung Reuni 212 di atas pada umumnya adalah konten yang ‘apa adanya’, genuine, bahkan sering amatiran, yang memperlihatkan orisinalitas konten dari user biasa. Ada unsur ‘gue banget’.
Sementara itu, kalau kita lihat konten yang dibuat oleh pendukung #TolakReuni212 terkesan formal dan telah dipersiapkan dengan baik oleh tenaga kreatif profesional. Misal ajakan “Yuk taati fatma ketua MUI Jabar” berisi video yang sudah disiapkan khusus untuk materi ini. Video oleh tokoh ini ada beberapa versi. Juga ada video yang khusus untuk menjelaskan bahwa Reuni 212 adalah “reuni terselubung HTI”. Video-video ini dikirim oleh beberapa akun yang berbeda, sehingga berulang-ulang menyebar.
Versi meme juga bisa ditemukan dalam narasi bahwa “Reuni 212 adalah ajang bagi HTI untuk mencari dukungan terhadap khilafah” lalu diikuti oleh berbagai tagar. Status ini diikuti dengan meme berisi foto dan teks yang menarik, dan tampak jelas dibuat khusus untuk mengkampanyekan tagar tolak reuni. Meme yang dibuat tidak hanya satu, tapi banyak, namun dengan narasi yang sama.
Kesan bahwa konten yang dibuat oleh pendukung #TolakReuni212 itu sengaja diciptakan dengan perencanaan bagus, sangat terasa ketika melihat status seperti ini. Apalagi kalau dikirim oleh banyak akun pada saat yang bersamaan, terasa seolah seperti sedang ada serangan informasi secara terstruktur. Pengguna biasa ketika melihat status seperti ini tentu kurang ‘terpanggil’ untuk melakukan engagement, misal me-retweet atau me-reply. Konten seperti ini biasanya lewat begitu saja, sehingga agar menjadi viral, harus di-retweet oleh akun robot pula.
Pancingan yang dilakukan oleh konten terstruktur yang dibantu oleh robot, kadang-kadang akan menjadi viral jika para top influencer turut serta dalam percakapan. Misal sama-sama menggunakan tagar yang sedang diangkat, atau turut me-retweet materi yang di-share. Contohnya pada pengangkatan tagar #SaveMukaBoyolali. Namun, dalam contoh di atas, materi yang dibuat dengan tagar #TolakReuni212 ini tidak diamplifikasi oleh top influencer dan buzzer. Akibatnya kampanye tolak reuni 212 ini hanya berhenti di kalangan akun-akun penyebarnya.
ROBOT
Apakah robot digunakan dalam cyber war ini? Untuk menganalisisnya, kita lihat grafik Tipe Engagement di Twitter untuk kedua percakapan. Pada percakapan tentang Reuni 212, tipe ‘mention’ atau status baru volumenya relatif jauh lebih sedikit dibanding tipe ‘retweet’. Ini adalah kondisi natural, di mana normalnya ketika real user berinteraksi, lebih banyak aktifitas retweet daripada membuat twit baru.
Sedangkan pada percakapan tentang #TolakReuni212, tipe ‘mention’ volumenya lebih besar dibandingkan dengan tipe ‘retweet’. Artinya terdapat lebih banyak postingan baru dari pada interaksi terhadap postingan tersebut. Ini biasanya terjadi pada robot, di mana postingan oleh robot tidak mendapat interaksi. Robot digunakan lebih banyak untuk membuat postingan, daripada merespons postingan akun target.
Untuk mengkonfirmasi analisis di atas, kita lihat grafik sebaran twit berdasarkan jumlah follower user Twitter. Pada percakapan tentang Reuni 212, sedikit sekali twit yang dibuat oleh user dengan follower sedikit (0-25). Kebanyakan dibuat oleh user dengan follower 100 atau lebih. Ketika kita lihat postingan oleh user dengan follower ini, tak tampak ada pola robot yang dominan.
Sedangkan pada percakapan tentang #TolakReuni212, twit oleh user dengan follower sedikit (0-25) ternyata sangat tinggi. Hasil ini mengkonfirmasi analisis di atas, di mana robot diduga digunakan untuk memposting status baru. Karena follower user-nya sedikit sekali, maka status tersebut kurang mendapat respons.
Terakhir kita cek data mentah, dengan melihat contoh status yang dibuat oleh user dengan 0-4 follower, dan user dengan 100+ follower. Pada #TolakReuni212, mudah ditemukan adanya status yang sama dan hanya lampiran gambar yang berbeda, dibuat oleh user yang sama, pada menit-menit yang sama. Pada percakapan tentang Reuni 212, pola seperti ini tidak ditemukan. Status yang dibuat sifatnya random atau sembarang.
Dari sini dapat disimpulkan bahwa robot lebih banyak digunakan untuk mempromosikan narasi #TolakReuni212. Sedangkan percakapan tentang Reuni 212 lebih bersifat natural, oleh akun-akun natural.
TOP INFLUENCERS
Siapa top influencer pada percakapan tentang Reuni 212 di Twitter dan Instagram? Di Twitter, berikut top 5 influencer-nya: @MCAOps, @putrabanten80, @maspiyuuu, @pedjoeang_islam, dan @212ReuniAkbar. Sedangkan di Instagram ada @felixsiauw, @indonesiabertauhidid, @60d.infopolitik, @hawaariyyun, dan @mozaik_islam. Semua didominasi oleh influencer dari kubu oposisi.
Sedangkan untuk percakapan tentang #TolakReuni212, di Twitter terdapat akun @JokSusi2019, @JesiccaAulia3, @Hanisweeti3, @januryanur1226, dan @Crakawala_Info. Akun-akun ini bukan akun key influencer dari kubu petahana. Tak satupun dari mereka yang turut dalam kampanye penolakan menggunakan tagar ini.
KESIMPULAN
Dari hasil analisis di atas dapat kita ambil beberapa kesimpulan sebagai berikut.
Pertama, telah terjadi perubahan peta kekuatan pro-kontra terhadap rencana Reuni 212. Dibandingkan dengan tahun 2017, rencana Reuni 212 tahun 2018 ini didukung oleh pasukan cyber dan volume percakapan yang jauh lebih masif. Seolah mereka sedang ‘show of force’ kekuatan cyber yang dimiliki. Sedangkan kubu yang menolak jauh lebih kecil jumlah pendukung maupun volume percakapannya dibanding tahun sebelumnya.
Kedua, terdapat motif politik di balik percakapan yang mendukung aksi Reuni 212, yaitu untuk membawa narasi #2019GantiPresiden. Demikian pula sebaliknya, terdapat motif politik di balik penolakan aksi melalui tagar #TolakReuni212, yaitu untuk membawa narasi #2019TetapJokowi.
Ketiga, kontra narasi dengan mengangkat tagar #MakarBerkedokTauhid, yang ingin menunjukkan bahwa HTI berada di balik niat penggalangan masa untuk Reuni 212, adalah sangat tidak sejalan dengan nuansa kebatinan dan semangat mereka yang akan hadir dalam Reuni ini. Seharusnya dianalisis bagaimana kecenderungan umum dari publik yang akan hadir dari percakapan yang paling banyak di-retweet. Dari situ tampak dengan jelas bahwa massa menikmati perjalanan menuju Monas meski harus jalan kaki, naik sepeda, memborong tiket pesawat, booking hotel, dan berbagai aksi berbagi tempat tinggal dan makanan. Melabeli ini dengan makar dan bagian dari agenda HTI menjadi sangat tidak relevan. Akibatnya narasi ini terkesan dipaksakan dan mengada-ada.
Keempat, dalam media sosial, percakapan yang sifatnya jujur, natural, dan tidak direkayasa akan lebih mudah diterima dan direspons oleh publik. Percakapan ini menjadi lebih mudah viral atau mendapat engagement tinggi. Sedangkan percakapan yang isinya telah direncanakan dan dipersiapkan dengan profesional, baik dalam bentuk infografik, meme, atau video yang sempurna, terasa kurang mengandung sentuhan humanisnya. Terasa garing, kurang menarik respons, apalagi kalau disebarnya dengan cara dibombardir menggunakan akun-akun bot.
Kelima, jumlah influencer, buzzer, dan pendukung Reuni 212 di dunia cyber sangat besar, sehingga tidak perlu akun robot untuk membuat percakapan viral. Di kubu lain, semakin sedikitnya influencer yang turun dalam penolakan terhadap Reuni 212, membuat penggunaan robot untuk menyebar narasi #TolakReuni212 menjadi solusi yang tak terelakkan.
CLOSING
Untuk analisis lanjutan, tentang Hari H Reuni 212, akan dirilis menyusul. Stay tune.