Oleh: Ismail Fahmi
Pemerintah pada tanggal 22 Mei 2019, sekitar pukul 13.00, mulai melakukan pembatasan akses (bukan blokir) terhadap situs-situs media sosial seperti Facebook, WhatsApp, IG, dan Twitter. Yang dibatasi adalah akses terhadap foto dan video (upload dan dowload), sementara akses terhadap teks masih dibuka.
Tujuannya agar penyebaran berita hoaks tidak masif, setelah terjadi demo yang berakhir rusuh pada tanggal 21 Mei 2019. Hingga 25 Mei malam ketika analisis ini dibuat, pembatasan sudah dibuka.
RESEARCH QUESTIONS
Pertanyaan yang ingin dijawab oleh Drone Emprit dalam analisis ini adalah:
- Bagaimana tren percakapan di media sosial dan media online menyangkut kedua tokoh sentral Jokowi dan Prabowo sebelum dan sesudah dimulainya pembatasan?
- Bagaimana tren postingan di WhatsApp sebelum dan sesudah dimulainya pembatasan?
- Apakah pembatasan ini efektif dalam meredam penyebaran material foto dan video yang mungkin bisa dimanfaatkan untuk membangun propaganda negatif oleh kedua kubu?
METODOLOGI
Untuk menjawab pertanyaan di atas, Drone Emprint menganalisa percakapan tentang dua tokoh yang menjadi sentral dalam pemilu 2019, yaitu Jokowi dan Prabowo. Percakapan pro dan kontra antara kedua kubu untuk semua topik pembicaraan biasanya akan menyebut nama kedua tokoh ini. Dengan mengukur volume percakapan tentang mereka berdua, bisa diketahui apakah pembatasan akses ke media sosial akan berdampak. Selain itu, kata kunci “VPN” juga digunakan, untuk mengetahui bagaimana publik berupaya mencari jalan keluar dari pembatasan ini.
Sumber data yang digunakan adalah Twitter, Facebook, Instagram, YouTube, Media Online, dan WhatsApp. Untuk WhatsApp, Drone Emprit menggunakan data percakapan dari WAG publik yang secara random dimasukkan, dan kebanyakan dari group publik pendukung 01 dan 02. WAG publik adalah WAG yang “link invitation” tersedia di internet.
Data Facebook diambil dari Facebook Page milik media-media online, tokoh politik, dan organisasi. Status dan komentar diambil dan dianalisis sebagai percakapan.
TREN DI MEDIA ONLINE DAN GENERAL
Kalau kita lihat tren pemberitaan tentang kedua tokoh di media online, tampak puncaknya terjadi pada tanggal 21 Mei. Dan setelah pembatasan akses sosmed dimulai pada tanggal 22 Mei, tren di media online relatif masih tinggi, dan tak tampak adanya pengaruh. Bahkan pada akhir tanggal 24 Mei, tren mereka naik menyamai tren pada tanggal 21 Mei pada saat kejadian demo berdarah.
Secara umum kalau digabungkan semua percakapan di semua kanal, puncak percakapan terjadi pada tanggal 22 Mei pukul 13:00 dan 15:00 tentang Prabowo-Sandi. Setelah mulai pembatasan akses sosmed pada 22 Mei pukul 15:00, tren percakapan Jokowi-KMA malah naik, puncaknya pukul 18:00. Setelah itu, tanggal 23 dan 24 Mei percakapan tentang mereka relatif masih tinggi.
Bisa disimpulkan bahwa pemberitaan di media online tidak terpengaruh oleh pembatasan di medsos. Peristiwa di lapangan tetap bisa disampaikan dan diberitakan. Artinya, saat itu media online memegang peranan yang sangat penting.
TREN DI FACEBOOK DAN TWITTER
Sekarang kita lihat hasil yang didapat Drone Emprit selama priode 17-25 Mei 2019. Dari tren percakapan di Facebook setelah pukul 15:00 tanggal 22 Mei s.d. 24 Mei tampak adanya penurunan meski tidak besar. Masih tingginya percakapan, karena yang diambil adalah Facebook Page dari media online dan tokoh yang cenderung selalu up to date.
Sedangkan di Twitter, tren percakapan tentang VPN naik mulai pukul 13.00 tanggal 22 Mei, dan puncaknya pada pukul 18:00 dengan 20 ribu percakapan. Pada hari berikutnya (23 Mei), tren VPN tidak tinggi, dan puncaknya hanya 3 ribu percakapan pada pukul 08:00.
Percakapan tentang Prabowo-Sandi puncaknya terjadi pada 22 Mei pukul 13:00 dan 15:00. Pada saat tren VPN naik tanggal 22 Mei siang, tampak tren percakapan tentang Prabowo-Sandi di Twitter mulai turun. Namun, penurunannya tidak signifikan dan hampir sama dibanding dengan sehari sebelumnya. Sedangkan tren percakapan tentang Jokowi-KMA malah cenderung naik.
Hingga tanggal 24 Mei, tren percakapan tentang kedua tokoh relatif tetap tinggi di Twitter. Di bandingkan dengan sebelum 21 Mei, tren mereka pada tanggal 23-24 Mei relatif lebih tinggi sedikit.
Bisa disimpulkan bahwa di Twitter, pembatasan akses ini tampaknya tak berpengaruh signifikan. Informasi tetap disebar, perang narasi tetap jalan, dan berita di lapangan tetap bisa disebarkan. Tren di Facebook juga tampak tak terpengaruh besar. Ini karena bias dari pemilihan Facebook Page dari media online yang memang tidak terpengaruh oleh pembatasan.
TREN DI INSTAGRAM DAN YOUTUBE
Untuk melihat tren di kedua kanal ini, lihat grafik tren harian masing-masing. Tampak bahwa puncak tertinggi mention di Instagram dan YouTube terjadi pada tanggal 21 Mei, pada saat kejadian demo dan sebelum pembatasan dilakukan.
Setelah pembatasan di lakukan pada 22 Mei, tren turun secara normal dan tidak tampak dampak dari pembatasan tersebut secara signifikan pada hari-hari berikutnya. Tren harian masih sama seperti pada hari-hari sebelum tanggal 21 Mei.
Dapat disimpulkan bahwa mereka yang sengaja ingin meng-upload video dan gambar di Instagram dan YouTube terkait kedua tokoh, tidak terpengaruh oleh pembatasan akses medsos.
TREN DI WHATSAPP GROUP
Monitoring WA Group ini adalah fitur baru di Drone Emprit yang sifatnya masih eksperimental. Yang dimonitor adalah percakapan dalam group-group WA yang sifatnya umum. Cukup banyak ditemukan link untuk bergabung ke grup-grup ini yang disebar di Internet.
Dari total sebanyak 229 WAG yang dimonitor Drone Emprit (nantinya akan ada ribuan WAG publik), tren seluruh percakapan bisa mulai tanggal 18 Mei sampai 25 Mei (siang) memperlihatkan pola yang menarik.
Tren tertinggi puncaknya terjadi pada tanggal 21 Mei dengan 26 ribu percakapan. Dan sejak 22 Mei ketika pembatasan akses sosmed dimulai, tren turun drastis sebanyak 30% dibanding tanggal 21 Mei sebelum pembatasan dilakukan. Pada hari berikutnya, 23 Mei, tren terus turun hingga 42% dan paling rendah tanggal 24 Mei turun 60%. Pada tanggal 25 Mei, ketika akses dibuka kembali, tren langsung naik.
Untuk percakapan tentang Jokowi di WAG, pada tanggal 21 Mei terdapat 323 percakapan. Ketika pembatasan dimulai pada 22 Mei, tren turun 42%, dan tanggal 23-24 Mei turun terus sebesar 76% dibandingkan dengan tanggal 21 Mei sebelum pembatasan.
Demikian juga dengan percakapan tentang Prabowo. Pada 21 Mei terdapat 407 percakapan. Tanggal 22 Mei setelah pembatasan dimulai, tren turun 61%, dan tanggal-tanggal berikutnya terus turun sebanyak 70% pada 23 Mei, dan 93% pada 24 Mei dibandingkan dengan tanggal 21 Mei sebelum pembatasan.
Tampaknya WhatsApp adalah kanal paling besar merasakan dampak dari pembatasan ini dibandingkan dengan kanal-kanal media sosial lain.
PERCAKAPAN ‘VPN’ DI WHATSAPP GROUPS
Dari ratusan WAG yang dijadikan sumber data, tampak tren percakapan tentang VPN mulai naik pada tanggal 22 Mei, pada saat pembatasan akses dimulai. Puncaknya pada 23 Mei, dan tanggal 24 Mei sudah turun kembali.
Tren di atas menunjukkan bagaimana publik bisa merespons dengan cepat kebijakan pemerintah dalam melakukan pembatasan. Entah bagaimana, mereka dengan cepat menemukan solusi yang paling tepat, yaitu VPN. Padahal kebanyakan mereka adalah awam.
Kemungkinan besar, satu atau dua informasi awal tentang VPN sebagai solusi, dengan mudah akan tersebar. Lalu publik yang awam akan memanfaatkan informasi ini untuk mereka ikuti atau disampaikan kembali kepada grup lain yang mereka ikuti.
Dari tren yang tinggi hanya sehari pada tanggal 23 Mei bisa diduga bahwa tidak butuh waktu yang lama bagi publik untuk menemukan solusi. Kebutuhan yang mendesak untuk mengakses medsos khususnya WA menjadi pendorong yang sangat kuat, dan pada tanggal 23 Mei tampaknya mereka sudah saling berbagi solusi. Terbukti pada tanggal 24 Mei sudah turun.
Pola percakapan tentang VPN di Twitter jauh lebih cepat lagi. Puncak terjadi hanya pada tanggal 22 Mei, dan tanggal 23 Mei sudah turun. Pengguna Twitter lebih cepat responsnya dalam mencari solusi. Sedangkan pengguna WA terlambat satu hari.
SNA
Kita coba lihat peta percakapan di Twitter pada tanggal 23 Mei, sehari setelah pembatasan dimulai. Untuk percakapan tentang Jokowi, Prabowo, dan VPN, tampak ada dua klaster besar dan satu klaster kecil.
Dua klaster besar adalah klaster 01 dan 02. Dari warna node yang dominan dalam top influencer masing-masing, tampak bahwa kedua klaster sama-sama aktif bercakap tentang kedua tokoh. Tingginya tren percakapan tentang Prabowo-Sandi tidak lepas dari aktifnya klaster 01 dalam membincangkannya.
Tampak klaster kecil yang dominan bercakap tentang VPN, berada di luar kedua klaster besar itu. Mereka adalah klaster non-partisan, yang tak berminat berbicara politik. Namun mereka mencoba mencari solusi atas masalah akses, dengan berbagi informasi soal VPN.
Dari SNA ini kita bisa simpulkan bahwa kedua kubu yang sebelumnya melakukan kontestasi Pilpres, sama-sama tetap aktif meskipun pembatasan terhadap medsos telah diakukan. Para influencer, buzzer dan pendukung tetap aktif seperti biasanya.
TOP INFLUENCERS
Dari tabel top influencer tentang kedua tokoh, tampak bahwa influencer dari kedua kubu turut mewarnai percakapan tentang kedua tokoh. Percakapan tentang Jokowi-KMA diwarnai oleh influencer dari 02 (AkunTofa, helifelis). Dan sebaliknya percakapan tentang Prabowo-Sandi juga diwarnai oleh influencer 01 (BUKANdigembok, addiems).
Mereka dan pendukungnya tampak tak terpengaruh oleh pembatasan akses medos. Percakapan di Twitter tetap ramai.
PENYEBARAN VIDEO DI TWITTER
Kita lihat apakah video-video yang viral di lapangan juga banyak disebarkan di Twitter setelah pembatasan akses sosmed dimulai.
Pada tanggal 23 Mei, video-video tentang Jokowi cukup banyak beredar, khususnya saat Jokowi memberi konferensi pers dan diwawancarai. Di samping itu, video tentang kekerasan aparat di lapangan juga di-share.
Demikian juga video tentang Prabowo, terutama saat mengunjungi korban kerusuhan demo, banyak di-share. Video kekerasan aparat di lapangan, korban meninggal, juga di-share.
Artinya, di Twitter kita masih mudah menemukan material video apalagi gambar yang disebarkan oleh kedua kubu. Materi ini nantinya akan mudah di-share ke kanal media sosial lain seperti WA, Facebook, dan IG.
KESIMPULAN
Dari data yang didapat oleh Drone Emprit di atas, setelah dimulainya pembatasan akses ke sosmed, tampak bahwa tren percakapan tentang kedua tokoh yang menjadi sentral dalam pemilu dan demo tetap tinggi di Twitter, media online, Facebook, Instagram, maupun YouTube. Dan secara umum tren menunjukkan bahwa tak tampak adanya pengurangan yang signifikan dalam total percakapan di keseluruhan kanal.
Namun di kanal WhatsApp, kita bisa lihat penurunan yang signifikan. Setelah pembatasan dimulai, sebanyak 42% hingga 60% percakapan berkurang. Dan percakapan tentang kedua tokoh Jokowi dan Prabowo turun lebih banyak lagi, antara 42% hingga 76%. Setelah pembatasan dibuka pada 25 Mei 2019, tampak percakapan naik drastis di kanal WhatsApp ini.
Jika tujuan pembatasan ini untuk mengurangi penyebaran informasi dan material foto dan video di media sosial seperti Twitter, Facebook, IG dan YouTube, sepertinya dampaknya tidak terlalu besar. Namun untuk WhatsApp, tujuan ini cukup berhasil.
Analisis ini tidak membahas dampak riil yang dialami pengguna internet seperti dokter, olshop, dll.