Oleh: Ismail Fahmi
Sebelumnya saya sudah tuliskan soal Jembatan Informasi antara Publik dan Pemerintah. Banyak yang sepakat, banyak juga yang tidak setuju dengan argumen saya. Semua itu adalah dialektika yang wajar. Agar gagasan diasah dan diuji.
Terkait dengan banyaknya penyebar hoaks dan fitnah, bahkan ada yang bilang hanya karena satu kalimat saja sudah ditangkap, saya ingin menyampaikan hal berikut.
SISI NEGATIF: HOAKS DAN FITNAH
Dalam amatan pemerintah, "sisi negatif" dari media sosial kita, berupa maraknya hoaks dan fitnah, sudah mencapai titik yang sangat tinggi, lebih tinggi dari sebelum-sebelumnya. Bisa disebabkan oleh polarisasi yang mengeras, ketidakpercayaan kepada pemerintah dan aparat yang dibangun oleh hoaks-hoaks sebelumnya, dll.
Polisi sebagai penegak hukum, sebenarnya sudah menggunakan rumus 80% persuasi dan pencegahan, dan 20% penindakan. Ini seperti disampaikan oleh Dir Cybercrime Bareskrim Brigjen Pol Fadil Imran dalam FGD ISPPI tahun 2018 lalu.
Contoh persuasi dan pencegahan yang telah dilakukan adalah dengan seringnya Div Humas Polri membuat stempel sebuah informasi itu hoaks atau bukan. Tujuannya agar masyarakat sudah diperingatkan, dan tidak menyebarkan.
Nah, ditangkapnya beberapa orang yang sebagian memiliki profile penting, adalah bagian dari 20% langkah penindakan tersebut. Belajar dari kasus MCA, yang ditangkap tidak semua orang, tetapi yang bisa menimbulkan efek jera.
Saya pribadi menyerahkan proses di atas kepada polisi, penegak hukum. Dan masing2 terdakwa bisa membela diri di persidangan nantinya.
Dalam konsep Jembatan Informasi di atas, ini adalah sisi jembatan yang memproses "sisi negatif" dari sosmed kita. Tentu banyak yang sepakat dan sama banyaknya yang tak sepakat dengan proses tersebut.
Namun pesannya jelas, kita harus bisa membedakan mana yang berupa kritikan dan mana yang hoaks dan fitnah. Hoaks dan fitnah jelas-jelas tidak dibenarkan dan harus dihindari. Bahkan oleh kitab suci Alquran juga jelas peringatannya dalam surat Al Hujurat ayat 6.
"Wahai orang-orang yang beriman! Jika seseorang yang fasik datang kepadamu membawa suatu berita, maka telitilah kebenarannya, agar kamu tidak mencelakakan suatu kaum karena kebodohan (kecerobohan), yang akhirnya kamu menyesali perbuatanmu itu." (Al-Hujurat 6)
SISI POSITIF: KRITIK DAN GAGASAN
Bagaimana jika punya ketidaksepakatan dengan kebijakan pemerintah?
Sampaikan melalui kritik. Kritik yang berbasis data yang valid. Bukan berbasis dugaan atau false news yang beredar tanpa referensi yang jelas.
Mencari data valid itu tidak sulit. Bagi mereka yang pernah sekolah dan kuliah, pasti sudah merasakan bantuan Google dalam mencari bahan tulisan untuk membuat paper ilmiah. Kita akan mudah mencari kajian, artikel, dan berita yang bisa mendukung argumen dan hipotesis kita.
Nah, hal yang sama bisa kita lakukan dalam membuat kritik. Jangan takut mengkritik, selama argumen Anda memiliki basis data dan referensi yang jelas.
Banyak yang ndak suka dengan analisis Drone Emprit. Namun saya selalu sampaikan, karena saya berbasis data. Jika tidak sepakat data Drone Emprit bisa dibantah oleh data yang lain. Begitulah proses dan dialektika ilmiah. Dan Drone Emprit akan terus menuliskan temuannya, meski tidak disukai oleh sebagian pihak.
Selama ini saya perhatikan, penegak hukum belum pernah menangkap orang yang mengkritik. Yang ditangkap adalah yang menyebar hoaks dan fitnah. Itu pun tidak semua pembuat dan penyebar hoaks ditangkap. Tujuan penangkapan adalah untuk efek jera.
Ketika menyampaikan kritik, paling yang akan Anda hadapi adalah para buzzer yang tidak sepakat dengan kritik Anda. Hadapi saja. Selama Anda memiliki argumen dan data, mereka pun juga harus menggunakan data tandingan.
Nah, dalam konsep Jembatan Informasi di atas, yang saya usulkan adalah dibangunnya jembatan bagi "sisi positif" media sosial kita ini. Kritik, masukan, dan gagasan adalah sisi positif. Khususnya yang berbasis data dan referensi yang valid.
PERLU JEMBATAN DUA JALUR
Dengan dibangunnya Jembatan Informasi sisi positif ini, diharapkan publik akan menemukan saluran aspirasinya dengan jalur yang benar. Mereka tidak lagi menempuh jalur "sisi negatif" berupa hoaks dan fitnah, tetapi memilih jalur "sisi positif" berupa kritik dan gagasan.
Semoga dengan dibukanya jalur dua arah ini, kita bisa menjadi semakin "smart" bukan semakin "dumb" karena jaringan sosial kita.