"Everybody Lies" dan Google Trends
Oleh: Ismai Fahmi
Dalam buku berjudul “Everybody Lies”, diperlihatkan bahwa data pencarian di Google bisa memberi gambaran tentang interest publik terhadap kata kunci atau topik dalam periode tertentu dan di wilayah tertentu. Mereka mencari kata kunci itu karena didorong oleh keingintahuan, kebutuhan, atau minat, dan dilakukan secara suka rela, bukan karena diminta atau ditanya.
Informasi ini ternyata cukup akurat dalam memprediksi apa yang sedang menjadi interest publik, dan tidak kalah dibandingkan dengan informasi yang didapat dari survei. Dalam survei, format pertanyaan dan situasi ketika pertanyaan disampaikan bisa mempengaruhi jawaban dari narasumber.
Google Trends: Jokowi vs Prabowo
Terkait kedua tokoh capres Jokowi dan Prabowo, bagaimana gambaran interest user di Indonesia dilihat dari volume pencarian mereka atas kedua nama capres ini? Menggunakan tool Google Trends (trends.google.com), jika kita masukkan nama kedua capres, dan dilihat dalam periode 1 tahun terakhir, untuk wilayah Indonesia, kita dapatkan grafik tren yang menarik.
Setahun yang lalu, pencarian tentang Prabowo sangat kecil, kurang dari separuh Jokowi. Lalu pada bulan Agustus, tren Prabowo naik pesat, mengalahkan Jokowi. Itu tren sesaat ketika pendaftaran capres Pilpres 2019 dibuka. Selanjutnya, tren Jokowi tetap lebih tinggi seperti biasa, namun selisih dibanding Prabowo sudah makin dekat. Dan dalam sebulan terakhir, interest publik terhadap Prabowo semakin menempel Jokowi.
Interest yang diukur oleh Google Tren hanya menampilkan proporsi volume pencarian. Sentimen positif atau negatif tidak tampak. Bisa jadi orang mencari Prabowo karena ingin tahu sejarah masa lalunya yang dikatakan bermasalah dengan HAM, atau mencari Jokowi karena ingin melihat keharmonisan dan keberhasilan dalam membangun keluarga.
Interest di atas bisa diterjemahkan menjadi popularitas. Semakin populer, semakin banyak yang ingin tahu. Populer bisa dalam konteks positif maupun negatif.
Namun dalam konteks pilpres, semakin dekatnya interest atau popularitas Prabowo, harus menjadi warning bagi kubu Jokowi. Publik semakin banyak yang ingin tahu tentang Prabowo. Jika kemudian muncul banyak informasi positif tentang Prabowo, maka persepsi negatif yang selama ini dibangun oleh kubu 01 terhadap Prabowo akan bisa dikoreksi.
DE Trends
Kalau dilihat dari data Drone Emprit, tentang percakapan untuk kata kunci terkait Jokowi dan Prabowo, tren yang ditampilkan ternyata mirip dengan hasil dari Google Trends di atas.
Dari data sejak Juli 2018, awalnya share of voice Prabowo jauh lebih rendah dari Jokowi, meski setelah pendaftaran capres. Sejak Januari 2019, ketika mulai ada debat capres, volume percakapan kedua capres sudah semakin dekat bedanya. Dan bulan Februari ini, ada tren jarak tersebut semakin tipis.
Kubu 01 perlu meningkatkan kampanyenya jika tidak ingin popularitas Jokowi turun. Sebagai contoh, pada tanggal 27 Februari ketika kubu 01 tidak memiliki topik yang bertengger di trending topic Twitter, sementara kubu 02 memiliki beberapa tagar kampanye, hasilnya tampak jelas: tren percakapan tentang Jokowi lebih rendah dari Prabowo. Share of voice 46% lawan 54% untuk Prabowo.
Jika popularitas terus turun meski di media sosial, hal ini bisa menurunkan semangat dan militansi pendukung. Untuk waktu yang lama, kemungkinan bisa berimbas pada elektabilitas.