Oleh: Windo W

Debat kedua Pilpres 2019, Minggu kemarin (17/2/2019) meninggalkan hal menarik, yang berbeda dengan debat pertama. Hal menarik itu yakni terdapat sejumlah akun yang memposting konten-konten berisi data di mana data tersebut dibandingkan dengan pernyataan yang dikeluarkan oleh para capres saat berdebat, mulai dari pernyataan terkait informasi kebakaran hutan, pembangunan jalan tol, pertumbuhan penduduk, data impor, dan sebagainya. Data-data tersebut diolah dari berbagai sumber, di antaranya ada yang dari lembaga seperti Badan Statistik Nasional (BPS), Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), LSM dan sebagainya.

Kini, DE ingin memantau, bagaimana perbincangan publik terhadap lembaga tersebut. Di sini DE mengambil contoh BKKBN. Bagaimana peta perbincangan terkait lembaga ini? Untuk menarik data, DE menggunakan kata kunci BKKBN dan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional. Periode pemantauan dilakukan dari tanggal 1 Febuari hingga 21 Febuari 2019. Kanal yang dipantau yakni di Twitter.

VOLUME DAN TREN PERCAKAPAN

Hasilnya, dari jumlah volume, twit yang menyebut BKKBN selama rentang pemantauan yakni 973. Jika diratakan, per hari, ada 45 percakapan yang menyebut BKKBN. Puncak percakapan 14 Februari. Tingginya percakapan didorong oleh perayaan Valentine yang diasosiasikan dengan hubungan seks bebas pra nikah. Dalam percakapan ini, data BKKBN (pada 2010) digunakan sebagai pendukung data untuk menunjukan data remaja yang hilang “kesuciannya”. Dibandingkan dengan hari-hari sebelumnya, pasca debat capres 17 kemarin, penyebutan BKKBN juga naik, namun tidak setajam pada tanggal 14. Hal yang sama adalah munculnya percakapan yang menyebut data BKKBN, dalam konteks ini yakni untuk membandingkan dengan pernyataan salah satu capres soal pertumbuhan penduduk.

TOP ISU

Berdasarkan Top Five Most Retweet, seks bebas (remaja) (warna merah), sosialisasi jadi orang tua (warnah hijau), dan pertumbuhan penduduk (warna biru) menjadi isu utama dalam percakapan yang menyebut BKKBN.
Dalam dua isu: seks bebas (remaja) dan pertumbuhan penduduk, BKKBN bukan menjadi subjek percakapan. Melainkan, BKKBN digunakan sebagai penyedia data dalam percakapan terkait. Artinya, ini bisa dilihat, data BKKBN dianggap terpercaya dalam percakapan tentang topik tersebut. Pada isu sosialisasi jadi orang tua, BKKBN menjadi subjek percakapan. Sosialisasi yang dilakukan dinilai positif.

Top Influencer

Dilihat dari Top Five Influencer: lebih kepada tipe akun personal, bukan tipe akun news atau lembaga. Percakapan dari para influencer ini bukan menjadikan BKKBN sebagai subjek percakapan, melainkan lebih menggunakan “data BKKBN”. Tentu saja ini positif untuk BKKBN karena datanya digunakan dalam percakapan, bukan disanggah. Namun, bila menyigi dari sisi lain, ini juga bisa menjadi kekurangan. Kekurangannya adalah dengan tipe akun influencer dan konten percakapan seperti ini, sosialisasi program BKKBN kurang tersebar karena yang dipercakapan bukan program, melainkan data BKKBN yang mendukung percakapan mereka. Biasanya influencer yang kuat menyebarkan program adalah adalah tipe akun media atau lembaga, dan tentu saja ditopang oleh para opinion leaders dalam karakterstik lain seperti tipe akun personal.

KESIMPULAN

Dari paparan di atas, ada dua kesimpulan yag bisa ditarik.

Pertama, dari hasil pantauan, ada kecenderungan untuk menggunakan data BKKBN. Ini tentu baik. Jika lembaga ini atau lembaga lainnya menyediakan data yang terus update, mudah diakses, valid dan reliabel, ini akan menyediakan kebutuhan informasi bagi percakapan publik (di samping untuk kebutuhan internal/lembaga terkait).

Kedua, hal lainnya yang bisa disampaikan dari paparan di atas, BKKBN sebagai subjek percakapan kurang menonjol. Implikasinya, dalam percakapan, program-programnya kurang dipercakapan oleh netizen. Padahal, penting untuk melihat bagaimana opini khayalak di medsos terkait program BKKBN, apakah sudah tersosialisasi, sampai dan diterima dengan baik atau tidak.

CLOSING

Kita berharap, dalam percakapan publik, apalagi di media sosial, percakapan yang memiliki basis data kuat akan menjadi tren ke depan sehingga percakapan akan lebih bermutu dan dapat dipertanggunjawabkan. Lembaga-lembaga yang menyediakan data terbaru, mudah diakses, terpercaya dan akurat tentu dibutuhkan. Debat capres kemarin menjadi indikasi, betapa publik dapat mengkoreksi langsung pernyataan dari para kontestan melalui pelbagai data yang tersedia baik dari pelbagai institusi atau lembaga (pemerintah maupun masyarakat). Dari pantauan terhadap lembaga BKKBN misalnya tampak hal tersebut penting di mana publik juga menggunakan data dari lembaga tersebut dalam percakapan mereka.