Komunikasi Pemerintah dan Peran Media

Komunikasi Pemerintah dan Peran Media

KOMUNIKASI PEMERINTAH DAN PERAN MEDIA: STUDI KASUS UJI COBA VAKSIN TBC BILL GATES DI INDONESIA

Heboh uji coba vaksin TBC M72 di Indonesia!

Warganet ramai tuding 'kelinci percobaan' & singgung hoaks India, tapi apa kata fakta?

Simak analisis lengkapnya!

By DE (@ismailfahmi)

Narasi negatif berkembang: Indonesia disebut "kelinci percobaan" vaksin, dengan hoaks India (47.000 lumpuh).

Dituding jadi pasar vaksin, tapi untung lari ke Singapura. Disuarakan akun oposisi & anti-vaksin.

Bagaimana strategi komunikasi publik hadapi narasi ini?

Strategi komunikasi pemerintah diuji hadapi disinformasi vaksin TBC.

Media berperan ganda: bisa menjernihkan atau memperkuat polarisasi.

Komunikasi kebangsaan harus inklusif dan kredibel.

Seberapa besar sebenarnya isu ini viral di media sosial dan online?

Isu vaksin TBC Bill Gates mencatat 4 rb mentions di media online, dan 17,5 rb mentions di media sosial (6-10 Mei 2025).

Percakapan tertinggi pada 9 Mei (4,4 rb mentions).

Apa sentimen mayoritas warganet terhadap isu ini?

Sentimen negatif soal vaksin TBC dominan di X dan TikTok, dengan unggahan curiga motif tersembunyi.

YouTube, Facebook, dan Instagram cenderung netral hingga positif.

Bagaimana perbedaan narasi media dan warganet?

Media online faktual dan netral, mengutip Kemenkes, Gavi, dan WHO.

Warganet merespons emosional, penuh distrust terhadap elit global & pemerintah.

Mengapa media online lebih positif?

Media arus utama verifikasi informasi, kutip sumber resmi (Kemenkes, WHO, IVI), hindari spekulasi.

Tone positif untuk jaga kredibilitas dan jadi mitra narasi pemerintah.

Apa perbedaan narasi media online vs medsos?

Media online tampil netral: vaksin TBC adalah kolaborasi global IVI & Gates Foundation, belum untuk umum.

Media sosial justru curigai motif: "Indonesia kelinci percobaan Bill Gates?".

Kenapa YouTube lebih positif?

YouTube didominasi media arus utama (KompasTV, CNN, Tempo) dengan info resmi dan terverifikasi.

Format video bantu klarifikasi isu.

Konten edukatif dari kanal non-media juga raih engagement tinggi.

Mengapa X lebih negatif?

Percakapan di media sosial didominasi akun personal/anonim, bebas ungkap opini keras & konspirasi.

Akun oposisi, anti-vaksin, dan nasionalis-skeptis bangun narasi negatif soal vaksin.

Sayangnya, respons akun resmi minim.

Mengapa TikTok lebih negatif?

Sentimen negatif dominasi TikTok dengan narasi konspiratif seperti “Indonesia kelinci percobaan” dan “agenda elit global”.

Minimnya konten dari narasumber kredibel memperkuat disinformasi dan echo chamber.

Kata-kata apa yang dominan di X?

Kata dominan seperti "Bill Gates", "vaksin", dan "Indonesia" menunjukkan topik utama.

Frasa “Singapura”, “kelinci”, dan “pajak” mencerminkan narasi politis.

Akun @NenkMonica menonjol, menunjukkan pengaruh besar dalam narasi negatif.

Kata apa yang dominan di media online?

Kata dominan seperti “TBC”, “vaksin”, dan “uji klinis” menekankan konteks ilmiah dan institusional.

Frasa “kerja sama”, “lembaga”, dan “internasional” menunjukkan narasi positif.

Tidak ada kata provokatif seperti di X.

Narasi media online seperti apa?

Narasi media online netral-positif, mengutip sumber resmi seperti Kemenkes dan IVI.

Fokus pada kolaborasi global dan manfaat uji klinis untuk atasi TBC, dengan penekanan pada pengawasan ketat.

Bagaimana narasi di medsos?

Narasi di medsos emosional dan konspiratif, dengan bahasa provokatif seperti "Indonesia kelinci percobaan" dan "Bill Gates eksperimen manusia".

Siapa yang menguasai percakapan di medsos?

Percakapan Vaksin TBC Bill Gates didominasi 3 klaster:

Negatif: sebar narasi "Indonesia kelinci percobaan"

Netral-Positif: menyajikan info faktual

Edukasi/Vaksin: fokus klarifikasi hoaks, pengaruh terbatas.

Mengapa konten negatif lebih viral?

Ketiadaan akun pemerintah seperti @KemenkesRI membuat ruang opini publik dikuasai aktor non-resmi.

Klaster negatif lebih viral, sementara media arus utama dan akun edukatif belum cukup mengimbangi.

Bagaimana respons pemerintah saat ini?

Respons langsung kanal resmi pemerintah minim.

Komunikasi lebih lewat media online, belum sentuh sosial media tempat isu negatif menyebar.

Tidak ada kampanye atau penjelasan infografik, Q&A, atau video dari Kemenkes/PCO.

Apa kesimpulannya?

Media sosial didominasi narasi negatif karena absennya aktor resmi pemerintah.

X dan TikTok lebih viral dengan narasi provokatif, sementara YouTube lebih positif dengan konten edukatif.

Pemerintah perlu hadir dengan konten visual berbasis data dan kolaborasi dengan influencer.

Link: https://x.com/DroneEmpritOffc/status/1922608340577767632/