Oleh: Ayu Puspita

Pada 13 September 2018 PSI mengeluarkan statement kontroversial terkait dukungan mereka terhadap ekspor (industri) sawit. Atas pernyataan itu, Walhi sempat mengeluarkan protes keras dan menganggap PSI sebagai partai milenial beragenda kolonial. Bagaimanakah pemberitaan dan percakapan tentang pernyataan PSI tersebut di media online dan media sosial? Dari pemberitaan dan percakapan tersebut, apakah PSI mendapatkan dampak positif ataukah negatif seperti tercermin dari reaksi Walhi?

Setting Data

Drone Emprit (DE) melakukan monitoring terhadap isu ini di media online dan media sosial (Twitter dan Facebook) dengan menggunakan kata kunci: “PSI”, “Partai Solidaritas Indonesia”, dan “@psi_id”. Monitoring dilakukan dalam rentang 13 – 20 September 2018.

Data

Dari hasil monitoring, terlihat percakapan yang cukup tinggi pada 18 September 2018 baik di Twitter maupun Facebook terkait pernyataan PSI mendukung industri sawit. Meski masalah mengenai dukungan PSI terhadap ekspor/industri sawit telah beredar sejak 13 September 2018, perbincangan terkait hal tersebut cenderung tidak banyak sebelum terjadi peningkatan perbincangan mulai 17 September 2018.

Di Twitter, perbincangan tentang PSI meningkat setelah @Dandhy_Laksono, seorang pegiat lingkungan hidup, membuat twit Surat Terbuka untuk PSI. Twit tersebut dibagikan sebanyak 948 kali, mengalahkan artikel respons dari @walhinasional yang diterbitkan sehari sebelumnya dan dibagikan sebanyak 338 kali.

Berikut twit yang paling banyak dibagikan:

“Surat Terbuka (untuk PSI) https://t.co/tTNHHX42Vz” - @Dandhy_Laksono, 18 September 2018, 09.10 WIB, memuat foto tangkapan layar berisi surat terbuka untuk PSI terkait video dukung ekspor sawit mereka (948 retweet)
“Menurut WALHI, Pengurus PSI Gagal Paham soal Sawit di Indonesia dan bahkan dalam Konteks Global. https://t.co/0mr9wWgshi” - @ronaldy596, 17 September 2018, 21.05 WIB, menyertakan tautan artikel terkait komentar Walhi yang ditayangkan di CNN (742 retweet)
“11. Siapa pemilik tanah terluas terbesar di RI? Prayogo Pangestu pemodal PSI adalah cukong pemilik tanah terluas 6 juta ha Salim Grup 3 juta ha Sinarmas 3 juta ha Wimar 2 juta ha Ahok bagi2 tanah aset Pemda 17,6 juta m2 utk cukong pemgembang Tanah RI utk tionghoa.” - @IreneViena, 20 September 2018, 14.40 WIB (558 retweet)

Di Facebook kritik pada PSI juga bermunculan dan  banyak mendapatkan share maupun likes. Namun berbeda di Twitter, topik yang diperbincangkan di Facebook tidak merujuk pada satu isu khusus.

“Kalo bang sandi bicara dikiitt saja... bnyk yg nyolot, jd baper smua kubu sebelah, apalagi parnoko PSI.” – Adhec Ponchel, 13 September 2018, di postingan artikel terkait komentar Sandi yang melarang kepala daerah mendukung capres tertentu
“PSI yg harus diwaspadai, siapa dibalik PSI.. Mafia atau komunis?” – Vicky Gee, 19 September 2018, di postingan terkait komentar PSI mengenai Itjima Ulama

Sementara itu, post terkait PSI yang paling banyak dibagikan sebagian besar adalah artikel berita terkait masalah sawit dan komentar PSI terhadap itjima ulama serta pemberian status ulama bagi Sandiaga Uno.

Berbeda dengan tren media sosial yang mengalami peningkatan jumlah perbincangan di sekitar tanggal 17-18 September, kenaikan jumlah pemberitaan di media online justru terjadi pada tanggal 19 dan 20 September 2018. Topik pemberitaan pada tanggal tersebut berkisar pada keikutsertaan PSI pada pemilu 2019. Selain tentang partisipasi PSI di pemilu 2019, juga ada pemberitaan tentang PSI untuk memulangkan perempuan-perempuan Indonesia yang dijual ke Cina (seperti terlihat di topics map). Jadi, antara pemberitaan (di media online) dan percakapan di media sosial (Twitter) menyangkut PSI cenderung tidak sama.

Dari sisi world cloud di Twitter,  kata-kata yang muncul sepertia kata “milenial”, bersama dengan kata-kata sifat lain seperti “muda”, “terbuka”, dan “komitmen”. Kata-kata ini bermakna positif, tetapi masih kalah dengan kata-kata yang berhubungan dengan kasus sawit seperti “cukong” dan nama “Prayogo” yang dituding sebagai pemodal utama PSI. Kata-kata ini menunjukkan fokus perbincangan di Twitter lebih mengarah pada isu yang tengah ramai pada rentang waktu tersebut, yaitu masalah sawit.

Sementara itu, word cloud di Facebook lebih banyak mengungkapkan kata sifat, alih-alih kata yang berafiliasi dengan suatu isu. Kata-kata yang paling terlihat adalah “muda”, “sok”, “ngomong”, “solidaritas”, “gagal”, dan “nyinyir”.

Dari peta SNA, ada dua chambers yang berpusat di akun resmi Walhi sebagai organisasi pemerhati lingkungan dan akun @Dedy_Lukas sebagai salah satu influencer dari kubu oposisi. Du chambers ini terlihat besar dibandingkan dengan kelompok pro-PSI. Kubu pro-PSI sendiri tidak terlihat ikut menanggapi masalah sawit dan lebih banyak berbicara pada upaya PSI untuk memulangkan perempuan-perempuan Indonesia yang dijual ke Cina.

Analisis

Dari data di atas dapat dilihat bahwa polemik tentang pernyataan PSI yang dianggap kontroversial yakni mendukung ekspor sawit tidak muncul di pemberitaan. Namun, itu menjadi percakapan di media sosial (Twitter). Percakapan tersebut melibatkan baik pemerhati lingkungan maupun kubu oposisi seperti terlihat di peta SNA. Pihak PSI sendiri pun terlalu menonjol muncul di percakapan tersebut.

Dari sisi word cloud, kata milenial kerap muncul pada PSI. Hal ini bisa dibaca bahwa PSI memang dipersepsikan sebagai kaum milenial oleh warganet. Ada pula kata seperti terbuka dan perempuan. Namun, selain kata-kata tersebut, juga muncul kata-kata lainnya seperti “sok”, “nyinyir”, “ngomong”, dll, yang cenderung berkonotasi negatif.  Jika persepsi yang lebih banyak negatif ini terus mendominasi percakapan tentang PSI, bisa jadi simpati kaum milenial terhadap PSI dapat berkurang.

Dalam konteks pernyataan kontroversial menyangkut masalah sawit, tentu ini juga dapat berdampak negatif kepada PSI. Walaupun tidak muncul di pemberitaan, namun percakapan netizen yang dapat membuat agenda percakapan sendiri di media sosial dan bisa mempengaruhi persepsi publik, hal ini tentu perlu dipertimbangkan oleh PSI.

Sikap PSI terkait ekspor sawit dapat menjadi blunder yang justru membuat golongan netral mengurangi simpatinya terhadap partai ini. Termasuk pula generasi muda, yang justru sedang tumbuh di dalam kesadaran mereka tentang pentingnya lingkungan. Alih-alih sebagai partai millienal, PSI justru bisa dipersepsi partai tak berwawasan lingkungan. Semoga tak terjadi!