Oleh: Ismail Fahmi

Tik-tok argumentasi antara Banser dan sebagian umat Islam yang menyatakan bahwa bendera yang dibakar adalah Bendera HTI atau Bendera Tauhid, rupanya tak menemukan titik temu. Kedua argumen didukung oleh analisis dan data yang diyakini oleh masing-masing sebagai valid dan shahih. Terakhir, narasi resmi dari kepolisian menyatakan bahwa itu Bendera HTI. Namun narasi ini tidak serta-merta diterima oleh publik.

Bagaimana dampak dari perbedaan narasi di atas terhadap perkembangan isu pembakaran bendera ini? Seberapa besar magnitudenya, dan akankah isu ini bertahan lama?

DATA

Untuk menjawab pertanyaan di atas, Drone Emprit (DE) membandingkan isu ini dengan isu yang paling besar magnitudenya selama ini sejak kampanye Pilpres dimulai, yaitu isu Hoaks Ratna Sarumpaet (RS) yang terjadi sejak awal bulan Oktober. Selain itu juga akan dibandingkan dengan follow up dari isu pembakaran bendera, yaitu Aksi Bela Tauhid.

Berikut ini adalah setting kata kunci dan filter yang digunakan oleh DE:
1 Hoax Sarumpaet: Sarumpaet, ratna
2 Pembakaran Bendera: bendera (filter: bakar, pembakaran, membakar, dibakar)
3 Aksi Bela Tauhid: aksi bela tauhid, aksibelatauhid

TREN DAN VOLUME

Tren selama bulan Oktober memperlihatkan fakta yang menarik. Apakah itu?

Puncak percakapan tentang RS terjadi pada tanggal 3 Oktober, dengan total 108k mentions. Selanjutnya, isu RS ini turun tetapi masih sangat tinggi volumenya. Dan hingga hari ini, setelah hampir sebulan, percakapan masih lumayan berlangsung, tak pernah sepi, seolah sedang dipertahankan selama mungkin.

Sedangkan percakapan tentang pembakaran bendera, puncaknya terjadi pada 23 Oktober, dengan total 133k  mentions. Ternyata ini melebihi puncak percakapan tentang RS. Padahal isu RS saat itu tengah menjadi isu yang luar biasa besar dengan pemberitaan di TV dan berbagai media online yang sangat masif.

Meski baru 5 hari, total volume percakapan tentang pembakaran bendera juga sangat tinggi, yaitu 356k mentions. Jika dibandingkan dengan total untuk RS selama hampir sebulan ini sebanyak 680k mentions, isu bendera ini telah mencapai separuh lebihnya.

SNA

Dalam peta SNA tentang pembakaran bendera, kita lihat ada dua klaster besar. Yang  paling besar adalah dari klaster pro oposisi, dan klaster pro petahana lebih kecil. Hal ini menunjukkan, dalam tik-tok argumen tentang bendera, Banser meski sudah didukung oleh klaster pro petahana, belum bisa mengimbangi suara sebagian umat Islam yang didukung oleh klaster pro oposisi.

Apalagi dalam SNA tentang “Aksi Bela Tauhid” yang menjadi narasi lanjutan dari klaster oposisi, ukuran klaster pro petahana jauh lebih kecil. Hal ini wajar karena narasi aksi ini yang memainkan adalah klaster oposisi.

Kontra narasi yang dibangun oleh klaster petahana dalam menghadapi Aksi Bela Tauhid adalah dengan membangun hestek #PrabowoBersamaHTI. Isu pembakaran ini akhirnya masuk ke ranah politik, karena oposisi sudah terlebih dahulu membawa hestek politik #2019GantiPresiden dalam narasi mereka tentang pembakaran bendera ini. Dan sebagai balasan atas hestek petahana itu, kubu oposisi kemudian membuat hestek tandingan #PrabowoBersamaUlama.  

PETA SEBARAN AKSI BELA TAUHID

Dari analisis teks yang bersumber media online, DE mengekstrak lokasi-lokasi yang menjadi tempat Aksi Bela Tauhid. Hasilnya ditampilkan dalam peta geografis. Dan tampak di sana, bahwa aksi ini tidak hanya terjadi di Jakarta, atau Jawa. Tapi bahkan sudah sampai Sumatera, Riau, Kalimantan, dan Mataram. Meluas hampir ke seluruh Indonesia.  

GERAKAN ROBOT

Apakah tingginya percakapan tentang pembakaran bendera ini dibantu oleh robot twitter? Dari grafik Exposure, sangat sedikit percakapan yang dilakukan oleh user dengan 0-3 follower. Sebagian besar dilakukan oleh user dengan 100 lebih follower. Dan dari grafik Reach, mayoritas user yang aktif dalam percakapan ini memiliki 100 lebih follower. Hal ini mengindikasikan bahwa percakapan tentang pembakaran bendera lebih bersifat organik dan natural, tanpa gerakan robot yang khusus diprogram untuk mengamplifikasikannya.

ANALISIS

Data yang didapat DE memperlihatkan betapa kuatnya magnitude isu pembakaran bendera, yang  bahkan bisa mengalahkan magnitude “gempa” RS. Ini berarti, isu terkait agama, kalimat tauhid, harus disikapi dengan sangat hati-hati dan serius.

Salah satu faktor yang sangat berpengaruh terhadap ekskalasi isu ini adalah kontra narasi yang disampaikan oleh Banser melalui ketua umum GP Ansor bahwa apa yang dilakukan oleh oknum pembakar bisa dimaklumi karena bendera yang dibakar adalah bendera HTI. Di sisi  lain, sebagian umat Islam yang protes tidak melihat itu bendera apa. Yang mereka lihat adalah di dalam bendera itu ada kalimat Tauhid, yang tidak semestinya dibakar begitu saja.

Kedua argumen yang  sama-sama kuatnya ini, dan diyakini kebenarannya oleh masing-masing kubu, telah menghasilkan benturan opini yang sangat massif. Turut sertanya MUI dan Muhammadiyah dalam memberi pernyataan, yang menyarankan agar Banser meminta maaf, semakin memperkuat narasi dari umat. Di sisi  lain, keluarnya pernyataan dari PBNU yang menyesalkan pernyataan dari MUI dan Muhammadiyah, juga memperkuat narasi dari Banser. Polisi dan media-media TV juga membangun narasi yang sama dengan Banser bahwa itu adalah bendera HTI.

Apakah percakapan di media sosial di atas berdampak di dunia nyata? Dari peta geografis tentang sebaran lokasi Aksi Bela Tauhid yang diekstrak oleh DE dari pemberitaan media online membuktikan bahwa, percakapan di media social bisa sangat berpengaruh pada kejadian di dunia offline (nyata). Sebaran video pembakaran di media social, perdebatan yang terjadi di sana, ternyata menjadi percakapan offline yang berhasil menggerakkan demo di berbagai titik di hampir seluruh Indonesia dalam waktu 4 hari saja.

Situasi di  atas tentunya harus menjadi perhatian serius bagi seluruh organisasi dan pemuka agama beserta aparat penegak hukum. Jangan sampai umat menjadi terpecah. Yang untung bukan umat Islam atau bangsa Indonesia, tetapi  bangsa lain yang senang jika bangsa Indonesia terlena dengan konflik internal, sehingga lupa membangun kapasitas dirinya dan mudah dikuasasi sumber daya alam dan pasar yang sangat besar ini.

Sampai kapan pro-kontra tentang pembakaran bendera ini akan berlangsung? Saya kira, selama belum ada upaya untuk bersatu, mempersatukan seluruh komponen umat, dan masing-masing masih merasa benar dengan argumennya, maka selama itu pula pro-kontra ini akan masih berjalan. Kedua kubu akan dimanfaatkan terus untuk melanggengkan konflik ini.

CLOSING

Masalah pembakaran bendera ini adalah masalah serius, terbukti dari dikalahkannya isu hoaks RS oleh isu ini, dan cepatnya penyebaran narasi ke dunia offline melalui aksi lapangan di berbagai lokasi di Indonesia. Sebaiknya seluruh komponen umat duduk bersama, saling meminta maaf, mendahulukan hikmah dari pada argumen, agar umat dari kedua klaster tidak mudah dimanfaatkan oleh kepentingan politik sesaat.