Oleh: Ismail Fahmi

Semalam @Dandhy_Laksono dan @anandabadudu ditangkap Polisi. Pagi harinya, Dandhy dilepaskan meski masih berstatus tersangka. Ananda dilepas beberapa jam setelahnya, dan hanya berstatus sebagai saksi. Adakah peran "kontrol publik" yang bisa mengubah keadaan?

Tulisan ini untuk melihat bagaimana respons publik atas penangkapan tersebut. Selanjutnya bisa dipelajari apakah respons yang masif dari semua pihak bisa menjadi "kontrol publik" bagi pelaksanaan kebijakan, program, atau aksi yang dilakukan pemerintah.

TREN DAN VOLUME

Pada pukul 23 (26 September) @Dandhy_Laksono ditangkap. Tren respons langsung naik, turun tidur sebentar, lalu naik lagi. Setelah dilepas pukul 7 pagi,  respons turun. @anandabadudu ditangkap pk 04 (27 Sept), dan baru pukul 10 pagi dilepas. Akibatnya, tren melebihi Dandhy.

Tren di atas memperlihatkan "respons publik". Mereka terkejut, melihat ini sebagai "off-side", "state terror", dll. Selama belum dilepas tren naik terus. Pressure terus diberikan. Dan begitu ada kabar mereka dilepaskan, langsung tren turun.   Dialektika ini tampak jelas.

Cepat dilepasnya @Dandhy_Laksono merupakan langkah yang sangat tepat bagi polisi. Tensi langsung turun, dan tampak volume percakapan tentang Dandhy bahkan lebih rendah dari Ananda. Volume @anandabadudu lebih tinggi karena butuh waktu lebih lama untuk dilepaskan. Publik terus menekan.

SNA

Peta SNA tentang Dandhy dan Ananda memperlihatkan adanya satu cluster besar. Baik mereka yang pro maupun kontra dengan Dandhy dan Ananda, bersatu. Sama-sama memprotes penangkapan ini. Ada dua tagar yang tadi langsung trending, #BebaskanDandhy dan #BebaskanAnandaBadudu.

TOP INFLUENCER

Berikut ini top influencer untuk "Dandhy". Ada @amnestyindo, @mazzini_giusepe, @fathuurr_, dan @R4jaPurwa.

Dan ini top influencer untuk "Ananda". Ada @amnestyindo, @zenrs, @rarasekar, dan @VICE_ID.

Keduanya mendapat dukungan yang cukup masif dari tokoh  dan organisasi non government seperti Amnesti, LBH, dll.

TOP TWIT

Narasi yang diangkat tentang penangkapan @Dandhy_Laksono bisa dilihat di tabel berikut.

Dan ini top narasi tentang @anandabadudu. Bisa dilihat di tabel berikut.

TOP IMAGES DAN VIDEO

Selain Twitter, suara mereka juga disalurkan lewat media lain, khususnya IG. Bisa dilihat dari top meme tentang Dandhy yang mirip antara Twitter dan IG.

Demikian juga dengan Ananda. Top meme yang di-share di Twitter juga senada dengan yang di IG. Hal ini menunjukkan adanya proses orkestrasi penyampaian pesan. Tidak perlu dikoordinir, asal ada materi yang siap dikirim, user akan otomatis melakukan itu. Didorong oleh kesamaan value.

MEDIA ONLINE

Keriuhan warganet di media sosial, langsung masuk ke media online. Tagar-tagar yang diangkat dan menjadi trending merupakan bahan berita yang sangat bagus bagi media. Proses orkestrasi kanal antara media sosial dan online berlangsung dengan sendirinya.

Kalau dibandingkan dengan mobilisasi dan orkestrasi penyebaran isu hoaks "ambulan DKI pembawa batu" yang tampak kecil, mobilisasi pesan oleh publik ini memperlihatkan power yang jauh lebih besar. Publik jika bersatu untuk "good cause", bisa mengalahkan buzzer-buzzer yang meresahkan.

CLOSING  

Pelajaran penting yang kita dapat dari kasus hoaks ambulans dan penangkapan dua aktivis kemanusiaan ini adalah:  

  • Jika publik bersatu, maka buzzer dan oligarki bisa dikoreksi.
  • Yang bisa menyatukan adalah "value" seperti keadilan, anti-korupsi, dll. Bukan "sosok".