Slide ini saya presentasikan di acara soft-launching Website baru @univ_indonesia. Di depan civitas academica UI tadi pagi.  Bonus: analisis ttg BRIN dan Babi Ngepet di bagian akhir slides (spt saya janjikan minggu lalu).

Soft Launching website baru UI.

PERTANYAAN  
1/ Perlu kah perguruan tinggi dan civitas academica aktif membangun jejaring dan narasi tentang ilmu pengetahuan yang menjadi fokusnya di media sosial?

2/ Bagaimana peta narasi tentang ilmu pengetahuan oleh 3 perguruan tinggi top di luar negeri dan di dalam negeri?  
- Luar negeri: MIT, Harvard, Stanford  
- Dalam negeri: ITB, UGM, UI  
3/ Lesson learned?

SETTING  
Keyword yang digunakan berupa akun resmi dari masing-masing perguruan tinggi. Ingin dilihat bagaimana PT berinteraksi dengan civitas, alumni, industri, dan publik di media sosial.  Beberapa kali saya sudah buat analisis ini, bedanya yang sekarang untuk periode 3 tahun.

SHARE OF VOICES  
Ketiga perguruan tinggi di US memiliki share of voices yang sangat besar, jauh lebih tinggi dari ketiga PT dari Indonesia.   @Harvard paling tinggi (2M mention), lalu @mit (1,3M), dan @Stanford (1M).   Dari Indonesia, UGM tertinggi 194K, UI 157K, dan ITB 65K.

TREN  
Drone Emprit menyimpan data sejak pertengahan 2017. Untuk analisis ini dimulai dari 1 Januari 2018 hingga 2 Mei 2021.   Tren ketiga PT dari US jauh di atas ketiga PT dari Indonesia.  Hal ini wajar, karena ketiga PT di US sudah sangat tua, dan terkenal secara internasional.

HASHTAGS  
Meski ketiga PT di US sangat populer, namun yang penting dilihat adalah apa narasi yang paling banyak berkembang terkait mereka? Apakah narasi keilmuan yang menjadi fokus juga populer?  Dari peta hashtags ini, kita bisa lihat mereka fokus dengan keilmuannya.

Tagar-tagar berikut banyak kita temukan di antara tagar yang paling populer di MIT, Harvard, dan Stanford: #AI, #ArtificialIntelligence, #MachineLearning, #DeepLearning, #Negotiation, #STEM, #blockchain, #health, #datascience, #education, #neuroscience, #Covid19, dll.

Sedangkan untuk PT dari Indonesia, tak banyak tagar yang berkaitan dengan fokus keilmuannya yang muncul. Sebaliknya, banyak ditemukan tagar dari luar khususnya terkait politik, yang memanfaatkan atau menarik ketiga PT ini.

Misalnya terkait @itbofficial terdapat tagar #TanyaFADJROEL, #HTIOrmasTerlarang, #01IndonesiaMaju, #TurunkanSuharto, dll.   Untuk @UGMYogyakarta banyak tagar protes dari mahasiswa, seperti #ShameUGM, #UGMBohongLagi, #bukanPANUTanku, #UGMDaruratKekerasanSeksual, dll.

Sedangkan untuk @univ_indonesia ada tagar #01IndonesiaMaju, #ILCHoaxBasmiUUTerorisme, #IndonesiaCallsObservers, #TangkapAdeArmando, #BasmiBuzzerRadikal, dll.  Sedikit sekali ditemukan tagar terkait keilmuan dari ketiga PT di Indonesia ini.

SNA  
Peta jejaring sosial tiga perguruan tinggi di US ini memperlihatkan kedekatan, yang menandakan besarnya irisan civitas, alumni, atau profesional yang aktif dan berkolaborasi di antara ketiga PT tersebut. Di antara mereka, banyak top influencers, khususnya dari civitas.

Beberapa top akun seperti @BillGates lebih banyak berinteraksi dengan @stanford, juga @CondoleezzaRice (mantan sekneg), @AndrewYNg (tokoh Machine Learning dan AI), @DrDenaGrayson, @DrEricDing (epidemiologist), @AnotherDrLin (climate scientist), dll.

Ketiga perguruan tinggi tersebut membentuk cluster yang paling dominan, sehingga menjadi sentral dalam diskursus, jejaring, dan sosialisasi narasi keilmuan seperti di perlihatkan di tagar2 sebelumnya di media sosial.

SNA ITB, UGM, UI  
Sedangkan untuk ketiga PT dari Indonesia ini, tampak ketiga akun saling berdekatan, dihubungkan oleh follower yang merupakan irisan ketiganya.   Namun, selain cluster dari PT ini, terdapat juga dua cluster besar di luar mereka, yaitu Pro dan Kontra Pemerintah.

Ukuran dua cluster di luar PT ini ternyata juga cukup besar, yang memperlihatkan cukup besarnya pengaruh mereka dalam percakapan terkait perguruan tinggi ini. Yang berarti pula, narasi topik di luar keilmuan yang jadi fokus PT juga akan besar.

Dari peta SNA di atas, minim juga kita temukan akun2 top influencers dari kalangan civitas. Beberapa yang cukup kelihatan misal @DokterAri (dekan FKUI), @madeandi (dosen geodesi UGM). Dari ITB tak tampak. Selebihnya, kebanyakan akun top influencers dari dua cluster Pro-Kontra.

Minimnya civitas ketiga perguruan tinggi Indonesia ini dalam jejaring media sosial, dan besarnya cluster Pro-Kontra di luar mereka menjadi jawaban kenapa tagar yang paling dominan dari ketiga PT bukanlah tagar terkait keilmuan yang menjadi bidang keunggulan mereka.

Ini juga memperlihatkan mungkin tidak terlalu banyaknya kerjasama antara perguruan tinggi dengan industri yang dirasa layak untuk diumumkan di media sosial oleh para CEOnya, seperti halnya di tiga PT di US di atas.

SNA BRIN  
Sekarang kita lihat isu terkini terkait riset dan inovasi di Indonesia, dimana perguruan tinggi dan civitasnya sudah seharusnya punya pemikiran dan concern besar, yaitu tentang BRIN (Badan Riset dan Inovasi Nasional), yang menuai banyak kritikan.

Dari data seminggu terakhir, peta SNA BRIN memperlihatkan sebuah cluster besar dari kalangan Kontra Pemerintah, cluster sedang Pro Pemerintah, dan dari akademisi diwakili oleh satu cluster kecil @yanuarnugroho. Meski banyak dikritik, tapi sulit menemukan akademisi yang bersuara.

Bagaimana akademisi memandang lembaga ini, visi dan masa depan riset dan inovasi bangsa, bagaimana kebijakan yang seharusnya, paling jelas disuarakan di media sosial hanya oleh akun @yanuarnugroho (CIPG, former deputi di KSP, ISEAS). Diskursus jadi kurang berkembang.

Kritikan paling besar datangnya malah dari cluster Kontra Pemerintah, yang konsisten mengkritik kebijakan pemerintah yang dinilai kurang tepat. Padahal kalau dari akademisi juga cukup besar, maka diskursus bisa lebih obyektif.

BRIN VS BABI NGEPET  Bagaimana dengan publik yang tidak masuk dalam cluster Pro-Kontra pemerintah di atas?  Kita overlay data SNA antara BRIN dengan isu super retjeh "babi ngepet" yang pada saat bersamaan juga sedang ramai di media sosial. Hasilnya menarik, seperti ini.

Ternyata ada tiga cluster besar dalam peta SNA dua topik ini.   Dua cluster berasal dari kalangan Pro-Kontra pemerintah seperti sebelumnya yang tampak hampir sama besar. Dalam topik BRIN, cluster Pro pemerintah lebih kecil. Artinya mereka kini banyak membahas topik kedua.

Cluster ketiga sangat besar ukurannya, bukan bagian dari Pro-Kontra di atas. Dan ini adalah cluster netizen umum. Dari warna node biru, tampak kalau kebanyak mereka membahas isu "babi ngepet". Hanya sedikit yang berwarna orange tentang BRIN.

Bagi publik, topik terkait riset dan inovasi tidak menarik bagi mereka. Meski ini sangat penting bagi kemajuan bangsa, tapi tampaknya minat dan pemikiran mereka belum sampai ke sana. Mereka lebih berminat dengan itu "babi ngepet" yang memperlihatkan kemunduran berpikir.

Publik lebih suka membahas "small talk" selama itu bersifat kontroversial. Dan ini berbahaya, karena kapanpun publik akan mudah dialihkan perhatiannya dari hal-hal besar dan esensial bagi masa depan bangsa.

Di sisi lain, para akademisi juga tidak banyak yang berminat atau berani menyampaikan pemikirannya secara terbuka, membangun diskursus di kalangan cendikiawan dan publik ttg isu penting di media sosial. Kalau di lingkungan tertutup seperti WA group dan webinar mungkin banyak.

Dari SNA ini juga tampak bahwa hanya cluster Kontra Pemerintah yang banyak dan konsisten mengangkat isu BRIN, dan mereka tak banyak yang membahas "babi ngepet". Kalau cluster ini tidak bersuara, kemungkinan medsos +62 sudah ditutup oleh isu "babi ngepet" semua.

Semoga ini bukan tanda "matinya kepakaran" di Indonesia. Kalau iya, yang rugi adalah seluruh bangsa ini.

KESIMPULAN
1/ Media sosial berperan penting bagi perguruan tinggi dan civitas di luar negeri (MIT, Harvard, Stanford) dalam sosialisasi, networking, dan publikasi hasil kajian, penelitian, dan implementasi STEM (science, technology, engineering, dan math) di ruang publik.

2/ Hashtags atau narasi yang banyak diangkat oleh PT dari LN kebanyakan merupakan fokus bidang keilmuan mereka. Misal tentang Artificial Intelligence, Machine Learning, Negotiation, Covid19, dll; dan juga isu sosial politik terkini, misal Trump, Epstein, BlackLivesMatter, dll.

3/ Di Indonesia, perguruan tinggi dan civitasnya belum aktif memanfaatkan media sosial untuk tujuan terkait STEM seperti di atas. Sangat sedikit civitas yang aktif, berani, dan bisa menyampaikan pemikirannya di ruang publik media sosial.

4/ Minimnya percakapan yang melibatkan PT dari kalangan civitas ini membuat pengaruh polarisasi politik selama dan setelah pilpres yang menyeret PT menjadi tampak kuat.

5/ Antara dua isu, terkait kebijakan STEM dan isu tidak esensial yang kontroversial (misal BRIN vs Babi Ngepet), publik lebih banyak membahas isu kedua, sedangkan akademisi juga tidak banyak yang membahas isu pertama.

6/ Mengingat semakin pentingnya peran media sosial dalam kehidupan masyarakat Indonesia (mayoritas generasi Y dan Z), maka perlu semakin aktif keterlibatan PT dan civitas academicanya dalam berjejaring dan menyebarkan pemikiran, riset, dan karya mereka di platform ini.

Link: https://twitter.com/ismailfahmi/status/1389155259235241986