Politik dalam Biopik
Oleh: Ayu Puspita Sari
Film A Man Called Ahok dan Hanum & Rangga memiliki banyak persamaan: sama-sama film yang diangkat dari buku, sama-sama mengusung genre biopik dari seorang tokoh politik, dan sama-sama dirilis pada 8 November lalu. Bedanya hanya satu namun cukup penting: kedua tokoh dalam biopik ini mengambil posisi berseberangan dalam politik.
Ahok selama ini dikenal sejalan dengan Jokowi, sementara Hanum Rais mengikuti jejak ayahnya merapat pada Prabowo. Adanya film biopik kedua tokoh ini dalam tahun politik kemungkinan akan disangkutpautkan dengan kubu politik mereka. Apalagi film Hanum & Rangga yang awalnya dijadwalkan akan tayang pada akhir November tiba-tiba dimajukan tanggal tayangnya bersamaan dengan film A Man Called Ahok.
Drone Emprit memantau perbincangan di Twitter terkait kedua film ini dalam rentang waktu 3 - 11 November 2018. Kata kunci yang digunakan adalah "Ahok" dan "Hanum" dengan filter "film". Bagaimanakah perbandingan di antara kedua film ini? Benarkah perbincangan politik akan disematkan pada kedua film biopik? Mari kita simak datanya.
Siapa yang Paling Banyak Dibicarakan
Jika dilihat dari perbandingan volume perbincangan di media sosial, dapat dilihat bahwa perbincangan mengenai film A Man Called Ahok jauh lebih banyak dibanding perbincangan mengenai film Hanum & Rangga. A Man Called Ahok diperbincangkan sebanyak tiga puluh ribu mentions sementara Hanum & Rangga diperbincangkan sebanyak sekitar delapan ribu mentions.
Perbincangan tentang A Man Called Ahok mulai meningkat saat premier film tersebut ditayangkan pada 5 November dan menjadi puncak perbincangan pada keesokan harinya dengan lebih dari lima ribu mentions. Pada hari ini perbincangan didominasi oleh tersebarnya sebuah screenshot yang mengajak orang-orang untuk tidak menonton film Ahok. Setelah itu perbincangan sempat menurun dan kembali naik pada 9 November, satu hari setelah jadwal tayang resmi.
Sementara perbincangan tentang film Hanum & Rangga mulai mengalami peningkatan perbincangan satu hari sebelum jadwal tayang dan mencapai puncak perbincangan pada hari Minggu (11/11). Hal yang banyak dibicarakan pada hari itu adalah perihal surat yang konon dikirimkan oleh Hanum Rais kepada rektor UMS yang meminta agar rektor mengajak staf dan mahasiswa UMS untuk menonton filmnya.
Topik Perbincangan di Media Sosial
Dari peta SNA dapat terlihat bahwa terdapat dua kluster perbincangan. Satu kluster yang membentuk kluster padat dengan banyak key opinion leader adalah kluster yang membicarakan film Ahok, sementara kluster lainnya yang berbentuk gabungan dari beberapa kluster kecil merupakan kluster yang membicarakan film Hanum.
Dalam kluster film Ahok beberapa pekerja seni-budaya terlihat tampil sebagai key opinion leader. Yang tampak jelas turut memperbincangkan film ini adalah penulis Alitt Susanto (@shitlicious), komposer Addie M.S. (@addiems), dan musisi Ananda Sukarlan (@anandasukarlan). Twit dari dua musisi yang mendapat banyak perhatian adalah twit pujian mereka untuk film A Man Called Ahok dan ajakan untuk menonton film tersebut. Sementara itu, Alitt Susanto lebih menyayangkan tersebarnya sebuah ajakan untuk memboikot film tersebut.
@shitlicious: Ya Allah.. Film ini cuma bahas masa kecil, dan masa muda Ahok. Gak sampe bagian dia jadi Gubernur Jakarta. Filmnya aja blom tayang untuk umum, baru premier eksklusif semalem, udah bisa menyimpulkan beginian. Doyan amat pitnah, ya? Bertaubatlah, saudara2~ (6/Nov/2018 14:51 WIB, 4.026 retweets, dengan menyertakan hasil screenshot status ajakan untuk tidak menonton film Ahok)
@addiems: Jangan lupa nonton film A Man Called Ahok. Film tentang bagaimana sebuah keluarga membentuk kepribadian seseorang yg teguh pada prinsip dan peduli pada nasib sesama di sekelilingnya. #AManCalledAhok @kurawa (9/Nov/2018 00:21 WIB, 1.623 retweets, dengan menyertakan video orang-orang membeli tiket film A Man Called Ahok)
@anandasukarlan: Film #AManCalledAhok bagus banget ... gua sampai terharu banget. Cinematographynya bagus. Aktingnya keren,#Ahok kecil itu aja bagus bgt. Plot ceritanya rapi, ga ribet walaupun ada flashbacks. Pesan moralnya juga bagus!@kurawa (11/Nov/2018 00:21 WIB, 343 retweets)
Selain pujian, film Ahok juga banyak mendapat serangan negatif. Beberapa akun influencer yang umumnya diasosiasikan dengan oposisi seperti @CakKhum, @putrabanten80, dan @RullyMania menuliskan twit bernada negatif untuk film ini. Mereka membahas mengenai sepinya peminat yang datang menonton film Ahok.
@RullyMania: Cuplikan " A Man Called ahok " Masih mau nonton versi sontoloyo nya?? 😆😈 (10/Nov/2018 21:26 WIB, 427 retweets, dengan menyertakan cuplikan video kompilasi perkataan kasar Ahok selama menjabat menjadi Gubernur DKI Jakarta)
@CakKhum: Hari Ini Tayang Film A Man Called Ahok di Bioskop, Peminatnya Masih Sepi di Mal Taman Anggrek Padahal tiketnya sudah banyak yang dibagi gratis lewat voucher#2019GantiPresiden#PrabowoSandi#AdilMakmur (10/Nov/2018 09:11 WIB, 337 retweets, dengan menautkan artikel wartakota)
@putrabanten80: Penonton Sepi, Teman Ahok Dikasih Tiket Gratis Dan Uang Rp 50 Ribu Supaya Mau Nonton Film Si Ahok... Tapi kenapa tetap sepi juga yaa...?😂😂 #2019PrabowoSandi #AdilMakmur https://t.co/V5TQxYkLSX (8/Nov/2018 14:50 WIB)
Di kluster lain, untuk film Hanum & Rangga, tidak terlihat ada tokoh-tokoh yang membicarakan film ini. Top influencers dalam percakapan mengenai film Hanum & Rangga justru adalah akun-akun yang selama ini cenderung berada di pihak petahana, seperti @Airin_NZ, @P3njel4j4h, dan @ical_arz3. Isi dari twit mereka, sama seperti twit influencers oposisi di film Ahok, memiliki nada negatif dan mengejek terhadap film Hanum & Rangga.
@Airin_NZ: Janganlah samakan kami dengan kebohongan lu @hanumrais .. anda yg menyebarkan kebohongan..masa org lain yg di salahin.. Film anda gak laku masa org juga yg disalahin.. anda ini spertinya dari kecil memang sudah di ajarkan memfitnah dan menebar kebencian Anda sungguh MEMALUKAN (11/Nov/2018 00:00 WIB, 425 retweets, dengan menyertakan screenshot komentar instagram Hanum Rais).
@ical_aez3: @Donihendarto Netizen koq usil ya. Yg nonton film Hanum dan Rangga itu sebenarnya full. Tp koq kursinya ijo semua? Ya krn yg nonton ga duduk di kursi,tp gelantungan. (10/Nov/2018 17:29 WIB, 390 retweets).
Analisis
Entah apa strategi di balik dimajukannya jadwal tayang film Hanum & Rangga hingga di tanggal yang sama dengan film A Man Called Ahok, yang jelas strategi itu tidak terlalu berhasil jika dilihat dari opini publik hingga saat ini. Film Hanum kalah jauh dari segi jumlah perbincangan saja. Belum ditambah dengan mayoritas isi konten yang dibicarakan saat membahas mengenai film Hanum & Rangga.
Keterlibatan Hanum Rais dalam kasus hoaks Ratna Sarumpaet tampaknya menjadi batu sandungan yang berat untuk kesuksesan filmnya. Dapat dilihat dari banyaknya twit yang menyangkutpautkan film Hanum dengan kasus Ratna Sarumpaet. Kasus yang sama juga tampaknya membuat influencers yang biasanya satu kubu dengannya menjadi tidak lantas “membela” Hanum dan filmnya. Ketidakhadiran influencers kubu oposisi dalam mempromosikan film Hanum memberikan pesan bahwa ada sanksi sosial yang tengah dijatuhkan pada orang yang terlibat kasus hoaks, yaitu berkurangnya atau ditariknya dukungan atas orang tersebut.
Di sisi lain, dapat dilihat bahwa dua film yang tayang bersamaan ini dianggap sebagai representatif sebagai wakil dari kubu politik yang ada sekarang. Meski kedua film tidak mengedepankan tema politik, namun percakapan-percakapan yang dibuat terkait kedua film di dunia maya tetap tidak bisa lepas dari tarik-menarik dua kubu politik, seperti Hanum dengan kasus Ratna Sarumpaet dan Ahok dengan kasus penistaan agamanya. Akun-akun yang menyerang masing-masing film pun adalah influencers yang berpihak pada lawan politiknya, seperti @CakKhum yang mengomentari film Ahok atau @Airin_NZ yang mengomentari film Hanum.
Closing
Sejatinya film biopik adalah film untuk mengapresiasi hidup dan karya seseorang yang menginspirasi. Kedua film biopik ini mungkin dapat menjalankan tugasnya sebagai film biopik jika ditayangkan bukan dalam masa politik seperti sekarang. Namun jika dilekatkan waktu dan situasi yang menyertai kehadiran kedua film, serta respons masyarakat di media sosial, bolehkah kita menyebut kedua film biopik ini sebagai alat politik bagi kedua kubu?