Sentimen Publik Pasca-Pengesahan UU KUHAP

Sentimen Publik Pasca-Pengesahan UU KUHAP

Benarkah UU KUHAP baru ancam privasi & demokrasi?

Pasca pengesahan, sentimen publik meledak. Dari tudingan pasal karet, wewenang superbody, hingga aksi demo.

Kami membedah data percakapan digitalnya dalam utas ini. πŸ‘‡

By DE (@ismailfahmi)

Penolakan memuncak akibat draf RUU yang dinilai kontroversial & minim partisipasi. Meski demo meletus di Jakarta & Bandung, DPR tetap mengesahkan UU ini pada 18 Nov. Pemerintah kini mendesak penyesuaian aturan lain sebelum 2026.

Bagaimana metode kami membedah isunya?

Kami memantau Twitter(X), FB, IG, YouTube, TikTok, & Media Online periode 18-24 Nov 2025. Fokus pada keyword seperti KUHAP, #SemuaBisaKena, hingga #TolakRKUHAP untuk memetakan tren isu, aktor, dan sentimen publik secara komprehensif.

Bagaimana hasil ringkasan datanya?

Ribuan artikel & mentions dianalisis. Secara umum, Media Online terbelah (39% positif, 33% negatif). Di Medsos, data agregat tunjukkan dominasi sentimen positif (70%) berkat narasi "aspirasi rakyat", meski kritik tetap keras.

Apa temuan spesifik di balik angka ini?

Respons pemerintah melabeli kritik sebagai "hoaks" justru memicu amarah. Publik memvalidasi ketakutan lewat teks RUU: ancaman privasi via penyadapan "keadaan mendesak" & wewenang "superbody" Polri yang minim pengawasan.

Bagaimana dengan proses legislasinya?

Proses legislasi kilat berujung pelaporan etik 11 anggota Panja ke MKD. Percakapan menuntut Perppu & masa transisi sebelum Jan 2026. Kekosongan prosedur teknis (seperti restorative justice) dikhawatirkan picu chaos hukum di lapangan.

Apa kata tokoh tentang ini?

Yusril & Puan menekankan urgensi pembaruan hukum yang usang, sementara Kapolri siap berbenah dengan aturan baru. Menko Kumham belum lihat urgensi Perppu, namun Menteri HAM Natalius Pigai terbuka koreksi jika ada aspek HAM terlanggar.

Bagaimana pandangan tokoh lainnya?

Suara kritis menggema. ICJR sebut ini kemunduran reformasi, YLBHI desak Perppu karena bahayakan penegakan hukum. Komnas HAM soroti gangguan kondusivitas HAM, sementara BEM UI tegaskan banyaknya penolakan adalah bukti proses tidak demokratis.

Apa kesimpulannya?

Tiga poin krusial:

1️)  Legislasi tergesa & minim transparansi picu amarah.

2️)  Perluasan wewenang aparat ancam privasi & checks and balances.

3️) Kekosongan prosedur teknis berisiko chaos di lapangan tanpa masa transisi yang cukup

Bagaimana tren isunya di media sosial?

Pasca pengesahan, tren percakapan sempat menurun keluar dari trending topic sejak 21 Nov. Namun, tagar resistensi #TolakRKUHAP & #SemuaBisaKena konsisten muncul. Isu kembali naik ke daftar trending pada 24 Nov 2025.

Seberapa besar volume interaksinya?

Antusiasme publik sangat tinggi. Tercatat total hampir 20 ribu mentions dengan angka engagement yang masif mencapai 70 juta interaksi. Ini menunjukkan isu KUHAP sangat berdampak luas dan diperhatikan netizen.

Kapan puncak percakapan terjadi?

Puncak percakapan terjadi 18 Nov saat pengesahan. Media Online fokus soroti aksi demo di DPR, sementara Medsos meledak dengan tagar #SemuaBisaKena, memprotes wewenang penangkapan & penyadapan tanpa izin pengadilan.

Bagaimana peta persebaran netizen di X?

Peta SNA menunjukkan polarisasi. Narasi NGO & Aktivis bersatu suarakan bahaya HAM. Akun Base amplifikasi isu ke bahasa sehari-hari ("takut bicara"). Media berada di tengah menyebar info aksi.

Siapa saja penggerak utama di tiap klaster ini?

Akun Base (@intinyadeh) bahas dampak sehari-hari. Tokoh publik (@wordfangs) bingkai isu matinya demokrasi. NGO (@YLBHI) fokus bedah pasal. Media (@NarasiNewsroom) update aksi lapangan. Kolaborasi ini perkuat resistensi sipil.

Bagaimana detail sentimen per kanal?

Terjadi polarisasi tajam. Media Online cukup positif menyorot modernisasi hukum. Sebaliknya, Twitter/X didominasi sentimen Negatif yang keras menolak kriminalisasi sipil, ancaman privasi, & kemunduran demokrasi.

Bagaimana dengan FB & IG?

Facebook terbelah rata. Namun, Instagram satu suara dengan Twitter: khawatirkan pasal "karet", penyadapan subjektif, & minimnya partisipasi publik yang bermakna dalam pembahasan RUU.

Bagaimana respons di platform video?

YouTube soroti sisi positif Restorative Justice, meski kritik tetap ada. TikTok lebih kritis, kreator konten cemas soal akses data pribadi, penyadapan, & risiko kriminalisasi warga biasa lewat pasal karet.

Emosi apa yang paling dominan?

Tiga emosi utama:

😨Fear – Takut kriminalisasi & hilangnya privasi

😑Anger – Marah pada arogansi DPR & proses cacat

😯Anticipation – Cemas kekacauan hukum akibat kekosongan prosedur transisi.

Apa isu teratas yang paling banyak dibahas?

Isu teknis mendominasi:

1) Kekosongan prosedur operasional yang memaksa diskresi aparat berlebih.

2) Desakan sipil agar Presiden terbitkan Perppu.

3) Pelemahan wewenang PPNS yang hambat penanganan kasus sektoral.

Apa isu lain terkait prosesnya?

Publik soroti:

4) Bantahan "hoaks" oleh DPR yang dinilai arogan.

5) Dugaan manipulasi partisipasi berujung laporan etik ke MKD.

6) Jadwal pemberlakuan Jan 2026 tanpa masa transisi yang dianggap mustahil.

Pasal mana saja yang sebenarnya bermasalah?

Poin krusial: Penyelidikan metode jebakan (Psl 16), upaya paksa tanpa bukti kuat (Psl 5), Polri penyidik tunggal (Psl 6), serta penyadapan/pemblokiran tanpa izin pengadilan (Psl 105, 112A) atas nama "mendesak".

Masih ada pasal karet lainnya?

Risiko pemerasan via Restorative Justice (Psl 74A), penghentian kasus gelap (Psl 79), & diskriminasi penahanan disabilitas (Psl 99). Pemblokiran konten (Psl 139) juga rawan sensor

Siapa saja tokoh kunci yang memimpin percakapan ini di X?

Di X, diskusi dipimpin elemen masyarakat sipil. Top 5 influencer dikuasai akun NGO, serta akun base yang aktif memantik diskusi warga.

Siapa saja wajah-wajah di balik akun penggerak ini?

Ini peta visual para top influencers di X. Dominasi akun pergerakan, kolektif warga, dan NGO terlihat jelas menguasai percakapan. Mereka bergerak organik, menciptakan gelombang tekanan kepada DPR.

Bagaimana peta kekuatan di Facebook?

Berbeda dengan X, Facebook cukup beragam dengan institusi media global & nasional seperti BBC, CNN, & Tempo. Namun, masuknya akun edukasi Gerald Vincent dan Sahabat ICW di top 5 menandakan adanya pengorganisiran sipil yang kuat di platform ini.

Apakah pola dominasi media ini berulang di Instagram?

Instagram dikuasai campuran antara Media Global dan NGO. Pola konsumsi informasinya lebih visual dan pasif dibanding X yang sangat interaktif.

Siapa yang merajai platform video Youtube?

Di YouTube, akun content creator edukasi memimpin dengan konten edukasinya, bersaing ketat dengan kanal berita TV nasional yang menyiarkan demo. Publik mencari penjelasan visual mendalam, bukan sekadar headline.

Bagaimana dengan TikTok yang durasinya pendek?

Di TikTok, Gerald Vincent tetap juara, tapi posisi kedua ditempati akun iNews, disusul kreator @zetzzs. Ini menunjukkan TikTok kini menjadi sumber berita utama, di mana media arus utama dan kreator saling melengkapi informasi.

Lantas, konten spesifik apa yang paling viral dibagikan di X?

Fase peringatan dini. Unggahan akun NGO dan akun base berfungsi sebagai alarm bahaya. Poster "Semua Bisa Dipenjara" dari publik kritis jadi ikon visual ketakutan publik akan pasal karet.

Bagaimana respons netizen saat info makin detail?

Edukasi visual merajalela. Infografis publik soal penyadapan tanpa izin hakim dan video kampanye YLBHI meledak viral. Narasi publik bergeser dari sekadar takut, menjadi paham bahaya teknis di balik pasal-pasal baru.

Siapa tokoh yang paling disorot tajam?

Kejelian netizen teruji. Akun aktivis temukan nama orang yang sedang ditahan justru dicatut dalam laporan partisipasi publik DPR.

Apakah komunitas non-politik ikut bersuara?

Narasi pengalaman personal vs penguasa. Akun publik bagikan pengalaman pahitnya sebagai bukti nyata bahaya wewenang aparat. Di sisi lain, kritik keras & meme satir menyasar Puan Maharani mulai bermunculan.

Apa temuan mengejutkan soal data partisipasi publik?

Akun fandom K-pop ikut turun gunung, membuktikan isu ini menyentuh rasa aman semua lapisan. Satir poster "Celurit Stroberi" dari akun aktivis jadi simbol perlawanan kreatif. 

Bagaimana dengan Facebook?

Gerald Vincent kembali memimpin dengan narasi "darurat" yang selanjutnya disusul dengan unggahan dari media (Tempo dan iNews).

Bagaimana dengan respon visual di Instagram?

Di Instagram, wacana lebih dalam. Kisah personal akun organisasi anak muda soal pemblokiran tiba-tiba menggugah emosi, bersanding dengan laporan netral BBC. Pengguna Instagram peduli pada dampak personal langsung dari UU ini.

Apa yang paling banyak ditonton warga di YouTube?

Format Shorts merajai. Video pendek Gerald Vincent mengalahkan liputan panjang TV. Publik ingin ringkasan cepat & padat soal situasi "darurat" ini, disusul berita klarifikasi DPR yang mencoba meredam isu.

Apakah tren video berita tetap tinggi?

Dominasi berita TV masih kuat untuk verifikasi. Liputan debat panas di DPR & kasus Roy Suryo jadi tontonan utama. Publik mencari validasi visual atas ketegangan yang mereka baca di teks medsos.

Kata kunci apa yang paling sering muncul di X?

Fokus publik terarah tajam: "@prabowo". Nama Presiden disebut ribuan kali, didesak terbitkan Perppu penundaan. Kata "Selasa" & "DPR" menandai kemarahan spesifik atas momen pengesahan yang dinilai abai kritik.

Tagar apa yang menyatukan semua ini?

Tagar punya fungsi spesifik. #SemuaBisaKena membangun solidaritas ketakutan kolektif. #intinyadeh jadi jembatan edukasi hukum yang rumit agar mudah dipahami awam. #UrgentAction memanggil atensi global.

Siapa penyedia utama materi beritanya?

Media arus utama tetap jadi tulang punggung informasi. Antara, Tempo, & Kompas memproduksi volume berita terbesar yang kemudian diamplifikasi atau dikritik di medsos.

Topik apa yang paling sering mereka angkat dalam pemberitaan?

 Habiburokhman jadi "bintang" media. Pernyataannya melabeli kritik sebagai "hoaks" mendominasi headline, memicu respon balik masif dari aktivis yang mendesak Perppu guna hindari kekacauan.

Bagaimana media membingkai narasi positif pemerintah?

Narasi positif fokus pada "ideal normatif". Habiburokhman & akademisi UI Febby Mutiara klaim KUHAP baru justru memperketat izin hakim & merupakan modernisasi hukum acara demi HAM.

Lantas, apa argumen kontra yang muncul di media?

Slide 43: Contoh Pemberitaan Negatif

Kubu kontra menyoroti "realita risiko". YLBHI & Amnesty International tegaskan proses kilat menutup ruang partisipasi, serta pasal karet berisiko tinggi jadi alat pembungkam kritik yang subjektif di lapangan.

Link: https://x.com/DroneEmpritOffc/status/1993551014528799168