Oleh: Ismail Fahmi

Pak Dhe Jokowi sudah dengan visioner menyampaikan pentingnya Artificial Intelligence dan IoT untuk kemajuan bangsa Indonesia.

IoT atau Internet of Things dalam framework Smart City, akan membantu pemerintah dan warganya supaya lebih smart. Misal dengan sensor kualitas udara, sensor kemacetan, sensor ketinggian muka air, dll. Dengan informasi yang dikumpulkan melalui berbagai jenis sensor di seluruh bagian penting di kota, pemerintah dan warga akan bisa mengetahui kondisi lingkungan tempat tinggal mereka.

Dengan pengetahuan itu, akan membuat mereka jadi sadar, aware, lebih hati-hati, atau semakin tergerak untuk melakukan tindakan yang bisa membuat lingkungan mereka lebih baik.

SMART CITY IS SMART CITIZEN

Sejak Smart City dijalankan di DKI sudah berapa sensor udara dipasang untuk mengetahui kualitas udara DKI? Sejauh saya tahu, informasi tentang kualitas udara selama jalan di jalanan ibu kota, hanya saya lihat di sekitar Gambir. Saya tinggal di Jakarta Selatan. Seingat saya belum pernah lihat.

Nah, mengingat masalah kualitas udara ini tidak bisa dipecahkan dalam hitungan 2 minggu seperti bikin program komputer, ini masalah besar, jangka panjang, dan melibatkan seluruh stakeholder, maka kiranya pemerintah DKI perlu menambah sensor dan juga informasi kepada publik di lebih banyak titik.

Tujuannya untuk mengukur kualitas udara di titik-titik yang berbeda, dan yang terpenting juga, untuk menyadarkan publik akan problem besar di sekitar mereka. Ditunjukkan berapa nilai normal, dan berapa besar tingkat polusi di titik itu di atas normal.

CLIMATE CHANGE DENIAL

Setelah AirVisual menunjukkan bahwa Jakarta saat ini memiliki kualitas udara terburuk di dunia, dan infonya menjadi viral, ini kesempatan untuk memecahkan masalah bersama-sama dengan publik. Publik belum tentu mau menjalankan solusi radikal. Selama ini diyakini penyebab utama polusi adalah asap kendaraan. Apakah mau publik pindah semua pake transportasi publik dengan kondisi seperti sekarang?

Anak sakit dibawa ke dokter. Kadang orang tua bawel, tidak percaya kalau anaknya sakit DBD. Dijelasin oleh dokter pun kadang ortu ndak percaya. Untuk membuat semua yakin, maka dokter menyuruh tes darah, meski dokter udah yakin dan melihat gejala DBD. Biar ortu yakin, sehingga dokter dan ortu bisa kerjasama.

Sama seperti Jakarta yang sedang sakit. Publik ndak sadar, bahkan Indonesia termasuk negara yang warganya paling banyak yang denial terhadap climate change. Untuk bisa berubah, baik pemerintah dan warganya harus satu visi.

Bagaimana menyadarkan publik?

PUBLIC AWARENESS

Anies berencana memasang lebih banyak sensor kualitas udara. Katanya sensor yang ada sekarang sudah tua dan sangat sedikit jumlahnya.

Saya lihat di Google, produk IOT untuk sensor udara ada banyak sekali. Dari yang murah hingga mahal. Harga 2 juta kurang juga sudah bagus sekali.

Sebaiknya dibeli yang banyak, di titik-titik yang banyak dilewati publik. Lalu dipasang layar untuk menunjukkan pengukuran realtime-nya. Lalu dianalisis, apa yang paling besar kontribusinya terhadap kualitas udara DKI. Apakah asap rokok, asap mobil, pembangkit listrik tenaga batu bara?

BUZZER IS THE SMARTEST

Aku pikir Anies dan Jokowi satu visi dalam hal pemanfaatkan IoT untuk pembangunan. Namun ternyata tidak demikian dengan sebagian buzzer. Mereka tak sepakat Anies mengikuti visi Jokowi untuk menerapkan IoT dengan pasang sensor.

Jokowi punya visi, Anies menjalankan, Buzzer melawan.